Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka yang Sudah Bersiap Gugat UU Pemilu ke MK...

Kompas.com - 21/07/2017, 08:42 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan soal RUU Pemilu tampaknya tak akan berhenti setelah pengesahan yang dilakukan DPR dalam rapat paripurna yang berlangsung "panas" sejak Kamis (20/7/2017) hingga Jumat (21/7/2017) dini hari.

Pengesahan RUU Pemilu diwarnai aksi walk out oleh empat fraksi yaitu Fraksi Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat.

Empat fraksi ini memilih meninggalkan "gelanggang" karena tak sepakat dengan ketentuan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold20 persen kursi di parlemen atau 25 persen suara sah nasional. 

Alasannya, seharusnya tak ada ketentuan soal presidential threshold karena pemilu legislatif dan pemilihan presiden pada 2019 dilaksanakan secara serentak. 

Dengan demikian, hasil Pemilu Legislatif 2014 tak lagi relevan digunakan untuk Pilpres 2019.

Baca: Yusril: Saya Akan Lawan UU Pemilu yang Baru Disahkan ke MK

Pada rapat paripurna dini hari tadi, DPR menyepakati opsi A yang terdiri dari sistem pemilu terbuka presidential threshold 20-25 persen, ambang batas parlemen 4 persen, metode konversi suara sainte lague murni, dan kursi dapil 3-10.

Paket tersebut didukung enam fraksi pendukung pemerintah, yakni PDI Perjuangan, Golkar, PKB, PPP, Nasdem, dan Hanura. 

Gugat UU Pemilu

Pengesahan RUU Pemilu dengan ketentuan presidential threshold di dalamnya, membuat sejumlah kelompok masyarakat sipil bersiap melayangkan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. 

Salah satunya, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Baca: Mendagri Siap jika UU Pemilu Digugat ke MK

Bersama jaringan masyarakat sipil lainnya, Perludem akan mengajukan gugatan uji materi terhadap ketentuan presidential threshold.

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menyayangkan presidential threshold 20-25 persen tetap dipaksakan.

Menurut dia, ketentuan penggunaan presidential threshold bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 karena akan mengakibatkan ketidakadilan perlakuan bagi partai politik baru peserta Pemilu 2019 yang belum memiliki kursi/suara dari pemilu sebelumnya.

Partai-partai politik tersebut tidak bisa mengusung capres tanpa bergabung dengan parpol lain yang sudah jadi peserta pemilu sebelumnya.

Disepakatinya opsi paket A, menurut Titi, juga berpotensi mengganggu kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menyelenggarakan tahapan Pemilu 2019.

Baca: Gerindra Siapkan Uji Materi bila "Presidential Threshold" Tak Dihapus

"KPU dibayang-bayangi kemungkinan terjadinya perubahan aturan main pemilu akibat adanya putusan MK atas uji materi UU Pemilu," kata Titi, saat dihubungi, Jumat.

Hasil Pemilu 2014 juga dinilai tak relevan jika digunakan untuk Pemilu 2019.

Sebab, perolehan suara partai pada Pemilu 2014 belum tentu sama dengan Pemilu 2019.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Jokowi Gelar Bukber di Istana, Wapres Singgung soal Kendalikan Nafsu Saat Berikan Tausiyah

Jokowi Gelar Bukber di Istana, Wapres Singgung soal Kendalikan Nafsu Saat Berikan Tausiyah

Nasional
Misi Kemanusiaan di Palestina, Fadli Zon Harap Kerja Sama Lembaga Zakat Indonesia-UNRWA Segera Dibentuk

Misi Kemanusiaan di Palestina, Fadli Zon Harap Kerja Sama Lembaga Zakat Indonesia-UNRWA Segera Dibentuk

Nasional
Soal Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis, Kubu Ganjar-Mahfud: Alasan Mengada-ada

Soal Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis, Kubu Ganjar-Mahfud: Alasan Mengada-ada

Nasional
DPR Setujui Perpanjangan Waktu Pembahasan RUU KIA, Puan Ungkap Alasannya

DPR Setujui Perpanjangan Waktu Pembahasan RUU KIA, Puan Ungkap Alasannya

Nasional
Arus Mudik Lebaran 2024 Diperkirakan Melonjak, Komisi V DPR Minta Kemenhub Serius Siapkan Kelaikan Angkutan Umum

Arus Mudik Lebaran 2024 Diperkirakan Melonjak, Komisi V DPR Minta Kemenhub Serius Siapkan Kelaikan Angkutan Umum

Nasional
Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Nasional
Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus 'Ferienjob' di Jerman

Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus "Ferienjob" di Jerman

Nasional
Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Nasional
Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-'bully'

Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-"bully"

Nasional
Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Nasional
Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Nasional
Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Nasional
Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Nasional
Skandal Pungli di Rutan, Dewas KPK Minta Seleksi Pegawai Diperketat

Skandal Pungli di Rutan, Dewas KPK Minta Seleksi Pegawai Diperketat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com