Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Langkah DPD Berpotensi Melanggar Hukum

Kompas.com - 03/04/2017, 09:00 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI berpotensi melanggar hukum jika tetap mengadakan rapat paripurna pemilihan Pimpinan DPD, Senin (3/4/2017).

Rapat paripurna Pimpinan DPD digelar dengan mengacu pada Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2017 tentang Tata Tertib DPD soal masa jabatan pimpinan DPD, yakni 2,5 tahun.

Sementara, pada Kamis (30/3/2017) lalu, Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan putusan terkait gugatan uji materi Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2016 dan Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2017.

Putusan MA atas uji materi Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2016 yang mengatur masa jabatan Pimpinan DPD menjadi 2,5 tahun membatalkan aturan tersebut.

Putusan atas uji materi Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2017 yang mengatur diberlakukannya 2,5 tahun masa jabatan pimpinan DPD pada periode 2014-2019 juga menyatakan pembatalan aturan itu.

Akan tetapi, ada beberapa kesalahan dalam putusan MA. Kesalahan itu di antaranya, redaksional yang menyebutkan "Dewan Perwakilan Rakyat Daerah", bukan "Dewan Perwakilan Daerah".

(Baca: Salah Ketik Putusan MA yang Berujung Ribut di Internal DPD)

Selain itu, ada kesalahan pengetikan pada objek putusan, yaitu yang seharusnya "Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2016 dan 2017" yang menetapkan masa jabatan Pimpinan DPD selama 2,5 tahun, justru ditulis, justru ditulis "Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 dan 2017".

Menyikapi putusan MA ini, ada dua kubu di internal DPD. 

Ada yang berpendapat putusan hukum harus dilaksanakan, sementara yang lainnya bersikeras agar paripurna pemilihan tetap dilaksanakan.

Bagi yang kontra putusan MA, kesalahan tulis dijadikan alasan bahwa putusan MA tak bisa dijalankan.

Rapat Panitia Musyawarah pada Minggu (2/4/2016) kemarin berlangsung alot.

Selama sekitar delapan jam, rapat tak berujung pada kesimpulan. Paripurna akan tetap dilaksanakan.

Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad mengatakan, ada pihak yang tetap ngotot ingin melakukan pemilihan. 

Sementara, ada yang menilai paripurna pemilihan akan melanggar hukum.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com