JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Daeng Muhammad mengatakan bahwa Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri tak boleh bertindak layaknya pengadilan.
Densus 88 dinilai hanya berhak melakukan pengusutan atas upaya penangkapan terduga teroris.
"Kalau ada alat bukti, biar dibuktikan di pengadilan. Jangan sampai ada salah prosedur," kata Daeng saat rapat dengar pendapat umum dengan Komnas HAM, PP Muhammadiyah dan Kontras di Kompleks Parlemen, Selasa (12/4/2016).
Kejanggalan atas kasus tewasnya terduga teroris Siyono menjadi topik pembahasan di dalam RDPU tersebut.
Daeng mengatakan, negara memiliki kewajiban untuk memberantas praktik terorisme yang ada di Tanah Air.
(Baca: Kata Busyro, Kematian Siyono Bisa Jadi Hikmah Pembahasan Revisi UU Terorisme)
Namun, di waktu bersamaan, ada hak asasi manusia yang juga dilindungi UU yang harus dijunjung tinggi aparat di dalam menjalankan tugasnya.
Anggota Fraksi PAN itu mengingatkan agar jangan sampai pemberantasan teroris justru menimbulkan persoalan baru. (Baca juga: Pimpinan Komisi III: Apa Betul Siyono Teroris?)
"Jangan sampai penanganan teroris ini memunculkan radikalisme baru," ujarnya.
Lebih jauh, ia mengatakan, Densus 88 perlu interospeksi diri atas dugaan kesalahan prosedur yang telah mereka lakukan dalam mengungkap kasus Siyono.
Ia menegaskan, asas praduga tak bersalah harus tetap dikedepankan di dalam pengungkapan kasus teroris.
"Negara wajib melindungi warga negaranya tidak boleh ada kesewenang-wenangan. Tidak boleh ada Siyono-Siyono yang lain," kata dia.