JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, masuknya Indonesia di forum Government 20 (G-20) tentu membawa keuntungan tersendiri. Dalam forum G-20, menurut JK, selalu ada konsultasi mengenai strategi memajukan ekonomi dalam negeri maupun perekonomian internasional.
“Selalu ada konsultasi bagaimana ekonomi maju, dan kita ekonomi internasional kita atur dengan baik supaya ada keadilan,” kata JK di Istana Wakil Presiden Jakarta, Jumat (14/11/2014).
JK menanggapi pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang menilai tidak ada untungnya Indonesia menjadi bagian dari G-20. Susi melihat, justru Indonesia kehilangan pendapatan 14 persen dari total impor tuna yang mencapai 700 juta dollar AS per tahun. Atas dasar itu, dia ingin agar Indonesia bisa keluar dari G-20.
Namun, menurut JK, masuknya Indonesia dalam G-20 bukan atas permintaan siapa pun. Indonesia masuk G-20 karena fakta yang menunjukkan bahwa Indonesia digolongkan sebagai 19 negara dengan perekonomian besar di luar Uni Eropa.
“G-20 itu bukan minta dan tidak minta, itu fakta. Jadi kita tidak ada yang minta Indonesia masuk G-20, tidak, cuma ekonomi kita besarnya dia punya GDP-nya, ekonominya, masuk ke yang 16-17 otomatis masuk. Indonesia tidak pernah minta. Karena tidak pernah minta, kenapa mau keluar?” ucap JK.
Kendati demikian, ia memaklumi pandangan berbeda menteri Susi. Menurut JK, siapa pun bisa menyampaikan pandangannya terkait posisi Indonesia.
“Kan yang menentukan keluar atau tidaknya kan presiden. Minta boleh saja semua orang berpendapat begitu,” ujar dia.
Sebelumnya Susi juga mengaku akan meminta kepada jajaran kementeriannya untuk menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia meminta Indonesia keluar dari forum G-20. Permintaan itu dia sampaikan karena ingin agar Indonesia mendapatkan untung lebih banyak. Dengan demikian, tujuan dari Presiden Joko Widodo tercapai, yakni menjadi tuan rumah dan berdaulat di negeri sendiri.
"Enggak perlu sombong, tapi duit ilang, betul enggak? What? Kita di G-20 juga enggak bisa kasih keputusan karena kita bukan G-8. Yang bikin policy G-8, kita hanya pengikut penggembira," ucap Susi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.