Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahasiswa RI di Australia Nilai UU ITE Berpotensi Bungkam Daya Kritis

Kompas.com - 03/12/2016, 19:41 WIB

KOMPAS.com - Keberadaan sejumlah pasal dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dianggap membahayakan kebebasan berekspresi masyarakat sipil, meskipun sudah direvisi.

Hasil diskusi mahasiswa Indonesia di Australia menilai, apabila dijalankan tanpa batasan yang jelas, UU ITE berpotensi digunakan untuk praktik penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).

"Ada indikasi UU ini ingin membungkam daya kritis masyarakat," kata Koordinator Indonesian Scholars Queensland Australia, Emir Chairullah, Sabtu (3/12/2016).

Emir mengatakan, keberadaan Pasal 27 ayat 3 tentang ketentuan penghinaan atau pencemaran nama baik dianggap bertentangan dengan prinsip kebebasan berpendapat yang tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945.

Adanya pasal 27 UU ITE tersebut menyebabkan seseorang memilih bungkam atau self censorship atas kondisi sosial politik yang ada di masyarakat.

"Masyarakat jadi takut untuk bersuara mengenai ketidakadilan di sekelilingnya dan berteriak terhadap pelanggaran yang dilakukan penguasa karena khawatir dianggap penghinaan," ujar kandidat PhD dari University of Queensland ini.

Ironisnya, menurut Emir, pada praktiknya pasal pencemaran nama baik hanya dikenakan kepada masyarakat awam yang strata ekonomi politiknya berada di bawah.

"Lihat sejak kasus Prita (yang digugat sebuah rumah sakit swasta), pihak yang terkena gugatan maupun hukuman melalui pasal penghinaan merupakan orang yang tidak punya kekuatan ekonomi maupun politik," kata Emir.

"Kita tidak pernah mendengar kalangan elite politik atau pimpinan perusahaan terkena gugatan akibat penghinaan," ujarnya.

Sementara itu kandidat doktor dari Queensland Universty of Technology, Ari Margiono menambahkan, jika memang masih menjamin kebebasan berpendapat, pemerintah seharusnya membuat batasan atau definisi yang jelas tentang komentar atau kritik yang dianggap berbahaya.

Contoh pendapat yang membahayakan seperti pendapat seseorang di media sosial, yang dianggap menyuburkan aksi terorisme atau menyerang etnis lain.

"Kalau tidak ada kondisionalnya, apa pun kritik yang dikeluarkan akan dianggap sebagai penghinaan. Ini kan artinya pasal karet di mana masyarakat awam yang tidak punya kuasa pasti bakal kena getahnya," ujar Ari.

Adapun yang membuat semakin miris, pasal ini kemudian bisa dimanfaatkan individu di sebuah institusi untuk membungkam individu lainnya untuk tidak bersuara.

Sebagai contoh kasus yang menimpa salah seorang mahasiswa di Aceh yang harus berhadapan dengan hukum yang digugat dosennya karena dianggap mencemarkan nama baik dosen itu di media sosial.

"Pertanyaannya kemudian, memangnya mahasiswa bisa menggugat dosennya saat dikritik sementara mahasiswa masih butuh nilai untuk lulus? Ini kan menunjukkan relasi kuasa di mana yang lemah pasti tak punya daya,” ucapnya.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Persoalkan Penetapan Tersangka, Gus Muhdlor Kembali Gugat KPK

Persoalkan Penetapan Tersangka, Gus Muhdlor Kembali Gugat KPK

Nasional
Anies ke Warga Jakarta: Rindu Saya Enggak? Saya Juga Kangen, Pengen Balik ke Sini...

Anies ke Warga Jakarta: Rindu Saya Enggak? Saya Juga Kangen, Pengen Balik ke Sini...

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Titip 4 Nama ke Kabinet Prabowo | Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

[POPULER NASIONAL] Jokowi Titip 4 Nama ke Kabinet Prabowo | Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

Nasional
Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com