Sedangkan kandidat doktor dari Queensland University of Technology lainnya, Fiona Suwana menyebutkan, berdasarkan data yang dikumpulkan aktivis peduli literasi media, sebanyak 200 orang telah digugat dan diadvokasi akibat tuduhan penghinaan di media online selama 2016.
Jumlah tersebut, menurut dia, lebih rendah dari laporan yang diterima polisi sebanyak 700 orang.
"Angka ini menunjukkan bahwa keberadaan pasal ini begitu mengkhawatirkan masyarakat awam yang menggunakan internet," ujarnya.
(Baca juga: Melalui UU ITE, Kemenkominfo Dorong Situs Pemberitaan Nonpers Jadi Lembaga Resmi)
Dalam sejumlah kasus, ungkap Fiona, beberapa orang terkena jeratan pasal ini hanya karena mengeluh terhadap kondisi yang dialaminya di media sosial.
Bahkan ada masyarakat yang tetap terkena jeratan pasal ini walaupun tidak menyebutkan sama sekali nama yang dikeluhkan.
"Dalam kasus warga yang bernama Yusniar di Makassar misalnya. Perempuan ini langsung ditahan akibat pencemaran walaupun ‘no mention’ pihak yang dicemarkan," ujarnya.
(Baca juga: Menkominfo Anggap Revisi UU ITE Lebih Beri Kepastian Hukum)
Walaupun demikian ia mengakui, banyak pengguna media sosial yang terkena jeratan pasal ini karena ketidaktahuan mereka mengenai pencemaran nama baik di UU ITE.
Karena itu pemerintah dan juga aktivis media sosial diminta bersama-sama mengkampanyekan literasi digital kepada seluruh anggota masyarakat agar tidak salah kaprah
dalam menggunakan teknologi.