Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Ada Yurisprudensi Penetapan Tersangka Tak Dapat Dipraperadilankan

Kompas.com - 08/02/2015, 16:29 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dosen hukum pidana Universitas Indonesia, Ganjar Laksmana Bonaprapta, mengingatkan agar hakim yang menangani sidang praperadilan Komjen Budi Gunawan melihat putusan praperadilan kasus bioremediasi Chevron.

Dalam kasus itu, hakim praperadilan yang mengabulkan permohonan atas penetapan status tersangka mendapat hukuman disiplin dari Mahkamah Agung.

"Dalam sidang praperadilan kasus Chevron, hakim mengabulkan permohonan. Tetapi hakim akhirnnya dihukum oleh MA, karena MA menganggap bahwa penetapan tersangka tidak bisa dipraperadilankan," kata Ganjar dalam diskusi bertajuk 'Praperadilan Komjen BG Dalam Konsep Hukum Acara Pidana Indonesia' di Jakarta, Minggu (8/2/2015).

Untuk diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Budi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat seebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Budi mengajukaan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ia menjelaskan, tata cara pengajuan permohonan praperadilan diatur di dalam hukum formil dalam Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Dalam pasal tersebut, tidak memungkinkan penetapan tersangka dijadikan sebagai objek praperadilan. Sementara itu, dalam permohonan praperadilan yang diajukan Budi, ia menggunakan Pasal 95 KUHAP yang mengatur secara spesifik mengenai ganti rugi dan rehabilitasi.

"Dalam Pasal 95 KUHAP memang ada frasa, 'tindakan lain,' yang mungkin dianggap sebagai pintu masuk menguji sah tidaknya penetapan tersangka BG melalui mekanisme ganti rugi. Masalahnya, penjelasan Pasal 95 KUHAP mengatur secara limitatif frasa 'tindakan lain' tersebut yaitu, penggeledahan dan penyitaan, jadi jelas tidak ada penetapan tersangka yang dapat dimintakan ganti rugi sebagaimana disebut Pasal 95 KUHAP," ujarnya.

Ganjar menambahkan, dalam konteks teori hukum terdapat adagium yang menyatakan jika selama tidak ada larangan dan kewajiban berlakulah norma kebolehan.

Namun, konteks tersebut hanya berlaku pada hukum pidana materil atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). "Kita harus taat asas hukum, jadi jangan dibuat tafsiran yang berbeda dari yang sudah disebutkaan dalam aturannya. Intinya, untuk hukum acara atau hukum formil tidak dapat ditafsirkkan lain selain dari apa yang tertera di dalamnya," ujar dia.

Sebelumnya diberitakan, Badan Pengawasan Mahkamah Agung memberikan sanksin kepada hakim PN Jakarta Selatan, Suko Harsono yang mengeluarkan putusan praperadilan atas kasus bioremediasi Chevron dengan tersangka Bachtiar Abdul Fatah.

Dalam putusannya, Suko memutuskan penetapan tersangka Bachtiar tidak sah. Untuk diketahui, dalam kasus tersebut Kejaksaan Agung menetapkan tujuh orang terdangka yaitu lima diantaranya merupakan pegawai Chevron, yakni Bachtiar Abdul Fatah, Endah Rumbiyanti, Widodo, Kukuh, dan Alexiat Tirtawidjaja.

Dua tersangka lainnya berasal dari kontraktor yang mengerjakan proyek bioremediasi, yakni Direktur PT Sumigita Jaya Herlan dan Direktur PT Green Planet Indonesia Ricksy Prematuri.

Ketika penyidikan berlangsung, empat pegawai Chevron yaitu Endah, Bachtiar, Widodo fam Kukuh mengajukan permohonan praperadilan mereka yang dianggap mereka nilai tidak sah. [Baca: Kasus Bioremediasi, Chevron Kecewa Berat terhadap MA]

Suko kemudian mengajukan permohonan itu. Namun, khusus Bahctiar, tak hanya penahanannya yang ditangguhkan, Suko juga memutuskan bahwa penetapannya sebagai tersangka tidak sah.

Pasca putusan Suko, Kejagung kemudian mengajukan keberatan dan melaporkannya ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh Badan Pengawasan MA, Suko akhirnya dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman disiplin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com