Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PAN: Pramono Anung Tak Paham Sejarah Pemilihan Pimpinan MPR

Kompas.com - 06/10/2014, 13:51 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
- Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay menilai, politisi PDI Perjuangan Pramono Anung tidak memahami sejarah terkait pernyataan bahwa pemilihan pimpinan MPR melalui voting tidak pernah ada sebelumnya.

"Pemilihan pimpinan MPR melalui voting sudah dilakukan sejak 1999. Pemilihan pimpinan MPR dilakukan malam hari 3 Oktober. Pemungutan suara kemudian memilih Amien Rais sebagai Ketua MPR," kata Saleh Partaonan Daulay dihubungi, Senin (6/10/2014), seperti dikutip Antara.

Sebelumnya, Pramono ingin agar pimpinan MPR 2014-2019 dilakukan secara musyawarah. Lembaga MPR seharusnya menjadi representasi dari sistem musyawarah. Apalagi, kata dia, MPR selama ini tidak melakukan pemungutan suara ketika memilih jajaran pimpinan. (baca: PDI-P Berharap Pimpinan MPR Dipilih secara Musyawarah)

Saleh mengatakan, MPR hasil Pemilu 1999 memunculkan beberapa nama untuk bersaing menjadi pimpinan MPR antara lain Amien Rais, Husnie Thamrin, Nazri Adlani, Matori Abdul Djalil, Ginanjar Kartasasmita, Kwik Kian Gie, Hari Sabarno dan Yusuf Amir Faisal.

Dari beberapa nama itu kemudian mengerucut pada dua nama, yaitu Amien Rais dan Matori Abdul Djalil. Dalam pemilihan suara yang diikuti 647 anggota MPR, Amien mendapatkan 305 suara sedangkan Matori mendapatkan 279 suara.

"Pemilihan itu berlangsung sangat demokratis. Semua pihak menerima hasil itu dengan lapang dada. Tidak ada yang walk out dan membuat pernyataan yang menyudutkan pemenang," tutur anggota Fraksi PAN di DPR itu.

Pada 2004, pemilihan pimpinan MPR melalui voting juga kembali dilakukan. Perbedaaanya, saat itu pimpinan dipilih sekaligus dengan sistem paket.

Paket A (Koalisi Kebangsaan) terdiri atas Sutjipto (PDI Perjuangan), Theo L Sambuaga (Golkar), Aida Zulaika Ismeth Nasution (DPD) dan Sarwono Kusumaatmaja (DPD). Paket B (Koalisi Kerakyatan) mencalonkan Hidayat Nurwahid (PKS), AM Fatwa (PAN), HM Aksa Mahmud (DPD), dan Dr Mooryati Soedibyo (DPD). Sementara Paket C adalah pilihan abstain.

"Pemilihan diikuti 668 anggota MPR dilaksanakan pada siang hari 6 Oktober 2004. Hasilnya, Paket A meraih 324 suara, Paket B mendapat 326 suara, Paket C 13 suara dan terdapat 10 suara tidak sah," katanya.

Karena itu, Saleh menilai pernyataan Pramono mengenai tata cara voting untuk memilih pimpinan MPR tidak pernah ada dalam sejarah merupakan suatu hal yang tidak tepat.

"Fakta historis seperti ini semestinya tidak dilupakan. Kan belum begitu lama. Semuanya masih mudah diingat dan segar dalam memori dan ingatan banyak orang," ujarnya.

Karena itu, Saleh justru mempertanyakan pernyataan Pramono. Ia berpendapat perlu ditelusuri apa motif di balik pernyataan itu.

"Jangan-jangan hanya untuk menggiring opini bahwa pemilihan pimpinan MPR lewat voting dianggap tidak sah. Kalau itu yang dimaksud, tentu muatan politiknya sangat besar. Kasihan masyarakat dengan opini yang tidak berdasar seperti itu," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com