Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Diminta Usut Harta Hadi yang Sebagian Besar Hibah

Kompas.com - 22/04/2014, 21:10 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi diminta mengusut asal-usul harta berupa lahan dan bangunan milik mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hadi Poernomo. Hadi melaporkan hartanya tersebut kepada KPK pada 2010 dalam bentuk Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Dalam LHKPN tersebut, sebagian besar lahan dan bangunan yang dilaporkan Hadi berasal dari hibah.

"Kalau hibah, bisa dikejar, siapa penghibahnya, kan tinggal dilihat. Hibah ini memberi, bukan konteks waris, wasiat. Ini orang lain yang tidak ada hubungannya dengan itu. Tinggal kita tanya ini siapa yang menghibahkan ke seorang pejabat. Maaf ya kalau mau hibah, banyak fakir miskin yang layak menerima hibah," kata pengamat hukum dari Universitas Indonesia Ganjar LB Bondan, Selasa (22/4/2014), di Jakarta.

Menurut LHKPN yang dilaporkan, total harta Hadi pada 2010 sekitar Rp 38,8 miliar. Hadi tercatat memiliki dua puluhan item lahan dan bangunan yang tersebar di sejumlah wilayah, termasuk di Los Angeles, Amerika Serikat. Lahan dan bangunan tersebut dilaporkan Hadi kepada KPK sebagai hibah.

Menurut Bondan, dengan menelusuri pihak pemberi hibah Hadi ini, KPK bisa menemukan motif di balik pemberian hibah tersebut. Hibah itu bisa saja tersebut bernuansa suap atau gratifikasi.

"Sehingga, kalau kita melihat siapa yang memberi hibah, kita bisa mengira-ngira motifnya apa. Dari situ kelihatan ini pemberian biasa atau bernuasa suap atau bernuansa gratifikasi atau suap bener-beneran, jangan-jangan. Jadi banyak cara nih dari LHKPN bisa kita kejar, justru LHKPN itu jadi trigger untuk dalami harta kekayaan seseorang. Jadi kalau orang kasih LHKPN itu dianalisis dan disimpan oleh KPK, jadi kalau ada perubahan signifikan, baru ditindaklanjuti," ujarnya.

Tidak bisa dijerat pencucian uang

Bondan juga menilai harta yang diperoleh Hadi sebelum tahun 2002-2003 tidak dapat dikenakan jerat undang-undang tindak pidana pencucian uang (TPPU). Hal itu karena undang-undang tentang TPPU baru diterbitkan pada 2002-2003.

Meskipun demikian, menurut Bondan, KPK perlu memastikan terlebih dahulu apakah benar harta itu diperoleh Hadi sebelum tahun 2002. Bondan menilai bisa saja tanggal perolehan harta yang sebagian besar hibah tersebut dibuat mundur.

"Jadi harus didalami betul, kita KPK tidak boleh terpaku pada bukti formal. Bukti formal akta hibah tahun 1970, coba telusurin, panggil notarisnya, itu kan kita bisa uji secara materiil kebenaran sebuah bukti formil. Jadi misalkan gini, hibah tahun 1980, tapi materainya tahun 2003, kok ngaku-ngaku 80-an gitu," ujar Bondan. Selain itu, pengujian asal-usul harta dapat dilakukan dengan menguji fisik secara langsung.

KPK menetapkan Hadi sebagai tersangka terkait pengajuan keberatan bayar pajak PT Bank Central Asia Tbk pada 2003. KPK menduga Hadi memerintahkan untuk mengubah keberatan pengajuan BCA yang semula ditolak menjadi diterima. Atas perbuatan Hadi, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 375 miliar, yakni pajak yang tidak jadi dibayarkan BCA ke kas negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Nasional
Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Nasional
Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Nasional
Pejabat Pemerintah Dinilai Tak 'Gentle' Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Pejabat Pemerintah Dinilai Tak "Gentle" Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Nasional
Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar 'Fun Run' hingga Konser di GBK Minggu Besok

Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar "Fun Run" hingga Konser di GBK Minggu Besok

Nasional
Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Nasional
Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Nasional
Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Nasional
PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

Nasional
PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

Nasional
38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

Nasional
PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

Nasional
Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung 'Cawe-cawe' Jokowi?

Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung "Cawe-cawe" Jokowi?

Nasional
Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com