Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aznil Tan
Direktur Eksekutif Migrant Watch

Direktur Eksekutif Migrant Watch

Pusat Data Nasional Jebol: Menkominfo Mundur atau Dimaklumi?

Kompas.com - 28/06/2024, 08:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

JEBOLNYA Pusat Data Nasional (PDN) milik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akibat serangan siber ransomware mengakibatkan terganggunya layanan publik di berbagai instansi, termasuk layanan keimigrasian.

Akibat down-nya server keimigrasian, terbuka peluang terjadinya penyelundupan orang, pemberangkatan korban perdagangan manusia, serta rusaknya validasi pendataan warga yang berimigrasi.

Mandat konstitusi negara Indonesia tertuang dalam UUD 1945 bahwa negara hadir melindungi segenap bangsa Indonesia. Maka, serangan siber ransomware kepada Pusat Data Nasional merupakan bentuk kegagalan pemerintah dalam mengelola negara Indonesia.

Namun, nilai-nilai tersebut tampaknya bukan menjadi budaya dalam berbangsa dan bernegara di Indonesia. Pemerintah sering kali menggunakan "jurus ngeles" dengan membuat berbagai argumentasi pembenaran agar publik memaklumi kejadian tersebut.

Bahkan, mereka berusaha membangun opini seakan-akan negara sedang diserang sehingga rakyat mesti mendukung pemerintah.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi dalam Rapat Kerja dengan Komisi I DPR RI (27/6/2024) mengatakan bahwa serangan ransomware merupakan kejadian yang juga dialami negara maju.

Ia mencontohkan beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Inggris, dan Jerman.

Dia membandingkan bahwa Amerika Serikat mengalami serangan siber ransomware sebesar 40,34 persen dan Kanada 6,75 persen, sementara Indonesia hanya terkena dampak sekitar 0,67 persen.

Cara argumentasi dengan membandingkan negara lain yang dilakukan Budi Arie tersebut adalah upaya untuk membalikkan keadaan dan menutupi kegagalan dalam melaksanakan tanggung jawabnya.

Hal ini membentuk opini bahwa kejadian tersebut adalah hal yang biasa dan Indonesia masih "beruntung" dibanding negara lain. Ini sama seperti teori "si untung" yang menjadi dogma menyesatkan yang berkembang di tengah masyarakat Indonesia.

Sebagai contoh, seseorang yang mengalami kecelakaan, dogma yang keluar dari pihak keluarga korban adalah "masih untung hanya luka-luka".

Pada prinsipnya, ini adalah cara mensyukuri kondisi buruk dengan berpikir bahwa bisa saja terjadi sesuatu yang lebih buruk lagi.

"Jurus ngeles" seperti ini bukan pertama kali digunakan oleh pemerintahan Jokowi untuk mengelabui publik. Ketika nilai tukar dollar AS naik, Gubernur Bank Indonesia juga menggunakan cara membandingkan dengan negara lain.

Jurus pembenaran ini juga digunakan dalam membenarkan kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah, seperti politik dinasti, Tapera, Undang-Undang Cipta Kerja, dan sebagainya.

Membandingkan dengan negara lain menjadi senjata ampuh untuk membenarkan kegagalan pemerintah melaksanakan tugasnya, sementara perbandingan yang dibuat tidak apple to apple.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penutupan Kasus Dugaan Penyiksaan Afif Maulana Dinilai Bentuk Arogansi Polisi

Penutupan Kasus Dugaan Penyiksaan Afif Maulana Dinilai Bentuk Arogansi Polisi

Nasional
Serangan Ransomware Ancaman bagi Geopolitik Indonesia

Serangan Ransomware Ancaman bagi Geopolitik Indonesia

Nasional
Buru Orang yang Viralkan Kasus Afif Maulana, Polda Sumbar Dianggap Jatuhkan Citra Polri

Buru Orang yang Viralkan Kasus Afif Maulana, Polda Sumbar Dianggap Jatuhkan Citra Polri

Nasional
Kritisi Tema Hari Bhayangkara, Pengamat: Bisa Dibaca 'Mengamankan' Ekonomi...

Kritisi Tema Hari Bhayangkara, Pengamat: Bisa Dibaca "Mengamankan" Ekonomi...

Nasional
Puan Akui PDI-P Prioritaskan Andika Perkasa sebagai Cagub Jakarta

Puan Akui PDI-P Prioritaskan Andika Perkasa sebagai Cagub Jakarta

Nasional
Hadiri Pelatihan Pemenangan Pilkada PDI-P, Mahfud Bicara soal Elektabilitas dan Moralitas

Hadiri Pelatihan Pemenangan Pilkada PDI-P, Mahfud Bicara soal Elektabilitas dan Moralitas

Nasional
KPK Usut 2 Kasus Korupsi di PT Jasindo Terkait Pembayaran Komisi

KPK Usut 2 Kasus Korupsi di PT Jasindo Terkait Pembayaran Komisi

Nasional
Berkaca Survei LSI, Puan Sebut Kaesang Jadi Salah Satu Pertimbangan PDI-P di Jateng

Berkaca Survei LSI, Puan Sebut Kaesang Jadi Salah Satu Pertimbangan PDI-P di Jateng

Nasional
Eksepsi Tak Diterima, Sidang Kasus Korupsi Eks Dirjen Kemenakertrans Dilanjutkan

Eksepsi Tak Diterima, Sidang Kasus Korupsi Eks Dirjen Kemenakertrans Dilanjutkan

Nasional
Sebut Wisuda Ajang Kampus Cari Duit, Muhadjir: Kalau Perlu Setruk Keluarganya Datang, Beli Undangan

Sebut Wisuda Ajang Kampus Cari Duit, Muhadjir: Kalau Perlu Setruk Keluarganya Datang, Beli Undangan

Nasional
Puan Minta MKD Ungkap Nama Anggota DPR yang Main Judi 'Online'

Puan Minta MKD Ungkap Nama Anggota DPR yang Main Judi "Online"

Nasional
Kejagung: Harvey Moeis Bukan Pemilik Jet Pribadi, tetapi 32 Kali Jadi Penumpang

Kejagung: Harvey Moeis Bukan Pemilik Jet Pribadi, tetapi 32 Kali Jadi Penumpang

Nasional
KY Loloskan 19 Calon Hakim Agung dan 3 Ad Hoc HAM untuk MA

KY Loloskan 19 Calon Hakim Agung dan 3 Ad Hoc HAM untuk MA

Nasional
Loyalitas Pegawai KPK Dikeluhkan, Rekrutmen Independen Patut Dipertimbangkan

Loyalitas Pegawai KPK Dikeluhkan, Rekrutmen Independen Patut Dipertimbangkan

Nasional
KPK Mesti Lakukan Terobosan supaya Pegawai Independen dan Loyal

KPK Mesti Lakukan Terobosan supaya Pegawai Independen dan Loyal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com