JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Rycko Amelza Dahniel mengatakan pelaku yang melakukan teror dengan menggunakan bom atau bomber sesungguhnya hanyalah korban penipuan.
Rycko menjelaskan, orang-orang yang meledakkan diri menggunakan bom sebenarnya telah ditipu hingga bersedia menjadi bomber.
"Orang terpapar itu ada levelnya. Level yang pertama adalah influencer, yang kasih pengaruh. Yang berikutnya adalah recruiter. Yang bawahnya adalah bomber. Yang di bawahnya simpatisan," ujar Rycko di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/6/2024).
"Tiga-tiganya ini yang paling berbahaya adalah influencer. Recruiter, bomber, simpatisan itu korban. Sesungguhnya pelaku-pelaku yang menjadi bomber itu korban penipuan. Ditipu dia itu untuk menjadi bomber," lanjut Rycko.
Baca juga: Kepala BNPT Apresiasi Densus 88 yang Proaktif Tangkap Residivis Teroris di Cikampek
Rycko mengatakan, bos dari si bomber tidak berani menjadi pelaku yang melakukan pengeboman, sehingga menyerahkan tugas itu ke orang lain.
Maka dari itu, kata jenderal polisi bintang 3 ini, banyak anak muda yang ditipu untuk menjadi bomber dengan iming-iming jihad.
"Kalau memang ikut perintah Tuhan, itu jadi jihad, segala macam, kenapa enggak bos lu saja jadi pelakunya. Enggak berani dianya, enggak mau. Dia nyuruh-nyuruh orang. Anak muda ditipu, disuruh jadi bomber. Jadi para pelaku, para bomber, para simpatisan ini korban penipuan," tuturnya.
Sementara itu, Rycko menegaskan BNPT tidak akan lengah dan selalu waspada terhadap bibit-bibit terorisme. Menurutnya, cikal bakal dari ideologi teroris adalah intoleran.
Baca juga: Di Hadapan DPR RI, Kepala BNPT Paparkan Capaian Penanggulangan Terorisme Selama 2023
Di mana, semua pihak yang tidak berpandangan sama dengan mereka, akan langsung dicap sebagai musuh.
"Intoleran saja tidak bisa menerima perbedaan, itu sudah tidak kompatibel dengan negara kebangsaan Indonesia, negara yang dibangun dari berbagai perbedaan," jelas Rycko.
"Bisa dibayangkan kalau generasi muda kita diserang secara online, masif, memiliki sikap, memiliki tindakan bahkan menjadi keyakinan intoleran, apa jadinya di masa depan? Semua merasa benar, yang kelompoknya. Yang enggak sama, yang enggak sepaham, dianggap lawan. Ini harus dihancurkan. Oleh karena itu kita enggak boleh lengah," imbuhnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.