JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi PAN, Eddy Soeparno meminta ormas keagamaan yang mendapatkan izin usaha pengelolaan tambang oleh pemerintah, waspada terhadap pengusaha atau konglomerat yang mencoba memasuki sektor tersebut.
Sebab menurutnya, pemberian izin usaha kelola tambang bagi ormas juga rentan ditunggangi oleh pihak-pihak tidak bertanggungjawab.
"Kita akan waspadai, jangan sampai ormas keagamaan nanti dijadikan kendaraan tumpangan oleh misalnya pelaku-pelaku usaha besar, pelaku usaha yang sesungguhnya ingin masuk ke sektor tersebut," kata Eddy dalam diskusi yang digelar Fraksi PAN DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (26/6/2024).
"Tapi enggak bisa mereka menggunakan kendaraan ormas keagamaan itu juga menjadi permasalahan yang perlu kita waspadai," tambahnya.
Baca juga: Akui Di-bully karena Izin Tambang, PBNU: Enggak Apa-apa, Jer Basuki Mawa Bea
Maka dari itu, ia meminta semua termasuk Komisi VII mewaspadai dampak negatif atas pemberian izin usaha tambang kepada ormas keagamaan.
Menurutnya, dampak negatif harus diantisipasi semua pihak agar izin usaha tambang tersebut berguna bagi masyarakat keseluruhan.
"Kesimpulannya pertama memang harus ada mitigasi dampak negatif dan bagaimana kita kemudian bisa menampilkan sisi positif dari pengelolaan ini, sehingga memang upaya kolaboratif yang dilakukan oleh pemerintah ormas dan masyarakat," jelas Sekretaris Jenderal PAN ini.
Di lain sisi, Eddy berharap pengelolaan tambang bagi ormas keagamaan tetap dipantau oleh masyarakat.
Baca juga: Menakar Legitimasi PBNU Kelola Tambang
Sebab ia menilai partisipasi masyarakat menjadi bagian terpenting dalam pengelolaan usaha tambang itu.
"Perlu ada regulasi dan pengawasan yang ketat, transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemberian izin, serta partisipasi masyarakat yang akan menilai apakah pengelolaan tersebut memberikan manfaat bagi masyarakat luas," ucap Eddy.
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyetujui pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada ormas keagamaan.
Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Terkait kebijakan itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengakui mereka telah mengajukan pengelolaan tambang kepada pemerintah.
Baca juga: Uskup Agung Jakarta: Saya Minta yang Lebih Besar dari Sekadar Izin Tambang...
Pengajuan ini dilakukan menyusul kebijakan baru pemerintah mengizinkan ormas keagamaan untuk mengelola tambang.
"Sehingga kami memang sudah mengajukan begitu setelah pemerintah mengeluarkan Revisi PP nomor 96 tahun 2021 yang memungkinkan untuk ormas keagamaan mendapatkan konsesi tambang, kami juga kemudian mengajukan permohonan. Nah sekarang masih berproses misalnya untuk peraturan presiden dan lain-lain kita lihat nanti," kata Yahya, Kamis (6/6/2024) pekan lalu.
Yahya mengakui PBNU membutuhkan izin pengelolaan tambang buat membiayai organisasi.
Selain itu, kata Yahya, saat ini kondisi umat Islam di akar rumput membutuhkan bantuan pembiayaan.
Maka dari itu pendapatan dari pengelolaan tambang diharapkan bisa membantu pembiayaan organisasi.
Baca juga: Ditawari Izin Tambang, Kardinal Suharyo: Itu Bukan Wilayah Kami
Sementara itu Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan tidak ingin tergesa-gesa terkait kebijakan baru pemerintah soal izin tambang bagi ormas keagamaan.
Menurut Ketua PP Muhammadiyah Kiai Saad Ibrahim, pihaknya akan lebih dalam mempertimbangkan berbagai sisi baik dan buruk kebijakan itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.