JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) didesak mencari pelaku peretasan Pusat Data Nasional (PDN) Sementara, sampai mengakibatkan sejumlah data kementerian/lembaga diperkirakan sulit dipulihkan.
Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) TB Hasanuddin juga mempertanyakan sejauh mana Kemenkominfo dan BSSN melakukan forensik digital terkait peretasan itu.
"Apakah pelakunya sudah diketahui karena setahu kami ransomware itu yang pertama mengunci, hanya dua diperbaiki," kata Hasanuddin saat rapat dengar pendapat dengan Menkominfo Budi Arie Setiadi dan BSSN di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (27/6/2024).
Pemerintah menyampaikan saat ini mereka sudah memutus akses terhadap peladen (server) PDN Sementara yang dienkripsi oleh serangan siber ransomware, dan berupaya memulihkan data pemerintah.
Baca juga: Komisi I Desak Pemerintah Buat Satgas dan Crisis Center Tangani PDN
Akan tetapi, Hasanuddin merasa pesimis upaya pemulihan data PDN Sementara bisa dilakukan dengan baik dan diperkirakan tingkat keberhasilannya di bawah 20 persen.
"Tapi harus di-tracking. Sekarang kalau di-tracking siapa pelakunya dan sekarang itu kan mereka kunci, kodenya di mereka, kita diminta untuk menebus. Lah kan tidak mungkin," ujar Hasanuddin.
Hasanuddin juga meminta penjelasan Kemenkominfo dan BSSN mengenai strategi mereka untuk melakukan pemulihan data PDN yang dienkripsi oleh peretas.
Sebab, kata Hasanuddin, dari 282 instansi yang menyimpan data pada PDN Sementara, hanya terdapat 44 yang dilaporkan bisa kembali pulih meksipun tidak seutuhnya.
"Saya ingin tahu secara clear dan apakah SDM yang bapak miliki cukup tidak untuk memberikan proteksi kepada seluruh lembaga negara khususnya masalah IT," ucap Hasanuddin.
"Karena dalam data kami 282 instansi justru ya sudah hancur, hanya 44 saja diprediksi akan kembali pulih dan itu mungkin hanya di bawah 100 persen," sambung Hasanuddin.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengakui bahwa pertahanan siber Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara lain.
Budi mengungkapkan, berdasarkan data indeks pertahanan siber pada tahun 2022-2023, Indonesia menempati peringkat ke-20 dari 20 negara yang masuk dalam studi tersebut.
"Kita bisa lihat gambaran peringkat negara dalam indeks pertahanan siber di tahun 2022-2023. Ini hasil study dari MIT Technology Review Insight di 2022, di mana peringkat Indonesia di G20 ini nomor 20," kata Budi Arie dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR, Kamis (27/6/2024).
Berdasarkan riset tersebut, Indonesia masuk ke dalam klasifikasi "5 negara yang komitmen dalam menciptakan lingkungan pertahanan sibernya lambat dan tidak merata".
Baca juga: Menkominfo Masih Bisa Bilang Alhamdulillah usai PDN Diretas, Ini Sebabnya
"Kalau kita bisa lihat, Australia, Belanda Korsel, AS, Kanada, dan berikutnya (di atas), kita masuk dalam terbawah dengan Meksiko, Brasil, India, Turki, dan Indonesia," ujar Budi Arie.
Untuk diketahui, Pusat Data Nasional (PDN) mengalami serangan siber sejak Kamis (20/6/2024) dan belum pulih sepenuhnya.
Tim dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), BSSN, Polri dan juga Telkom selaku pihak pengelola PDN, sudah berupaya mengembalikan data-data tersebut, tetapi tak berhasil.
Pemerintah akhirnya mengaku gagal memulihkan data-data yang tersimpan di PDN.
Baca juga: PDN Diretas, Puan: Pemerintah Harus Jamin Hak Rakyat atas Keamanan Data Pribadi
“Kita berupaya keras melakukan recovery resource yang kita miliki. Yang jelas data yang sudah kena ransomware sudah tidak bisa kita recovery. Jadi sekarang menggunakan sumber daya yang masih kita miliki,” ujar Direktur Network dan IT Solution Telkom Herlan Wijanarko, Rabu (26/6/2024).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.