JAKARTA, KOMPAS.com - Jaringan Gusdurian menyatakan sikap menolak kebijakan pemerintah yang memberikan ruang bagi organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk mengelola usaha Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
Diketahui, hal itu ditetapkan Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
"Menolak kebijakan pemerintah untuk memberi izin pada ormas keagamaan karena bertentangan dengan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara," kata Pokja Keadilan Ekologi Jaringan Gusdurian Inayah Wahid dalam keterangannya, Rabu (12/6/2024).
Baca juga: Ormas Selain NU Tolak Ajukan Konsesi Tambang, Bahlil: Kita Enggak Boleh Memaksa...
Inayah menambahkan, dalam Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara menyatakan bahwa izin hanya dapat diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan melalui cara lelang.
Jaringan Gusdurian menegaskan, industri pertambangan di Indonesia penuh dengan tantangan lingkungan dan etika, termasuk degradasi lahan, penggundulan hutan, hingga penggusuran masyarakat lokal.
Bahkan, Jaringan Gusdurian telah mendampingi berbagai kasus terkait tambang seperti kasus Wadas, Kendeng, Tumpang Pitu, Gorontalo, Pandak Bantul, Banjarnegara, Mojokerto, dan lain-lain.
Menurut Inayah, pelibatan ormas keagamaan sebagai entitas penerima izin pertambangan memunculkan diskursus tentang peran organisasi kemasyarakatan.
Pasalnya, selama ini ormas keagamaan berperan sebagai penjaga moral etika bangsa dalam hidup bermasyarakat dan penyelenggaraan negara, termasuk di dalamnya terkait kebijakan industri ekstraktif.
"Idealnya, organisasi keagamaan terus mengingatkan pemerintah untuk mengambil setiap kebijakan berbasis prinsip etik," ucap putri bungsu Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Jaringan Gusdurian juga menilai keterlibatan ormas keagamaan dalam sektor pertambangan menimbulkan banyak risiko turunan.
Misalnya, keterlibatan ormas keagamaan di sektor tambang berpotensi menciptakan ketegangan sosial apabila terjadi persoalan di tingkat lokal.
Kemudian, jumlah ormas keagamaan yang sangat banyak dinilai dapat menimbulkan terjadinya kerumitan pada tingkat pelaksanaan sehingga berujung penyalahgunaan wewenang pengambil kebijakan.
Oleh karenanya, Jaringan Gusdurian meminta pemerintah untuk meninjau ulang izin tambang pada ormas keagamaan.
"Karena berpotensi menciptakan ketegangan sosial dan konflik horizontal apabila terjadi persoalan di tingkat lokal," ucap Inayah.
Di sisi lain, kini banyak negara di dunia yang mulai mencari energi alternatif agar ketergantungan pada batu bara bisa dihentikan dalam beberapa tahun ke depan.