Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Maraknya Judi “Online”: Di Antara Gagalnya Program Kesejahteraan dan Penegakan Hukum

Kompas.com - 19/06/2024, 09:17 WIB
Novianti Setuningsih

Penulis

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Judi online yang sudah merajalela di Tanah Air dibuktikan dengan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK) yang mengungkap bahwa ada 3,29 juta masyarakat bermain judi online hanya pada tahun 2023, dengan total deposit menembus Rp 34,5 miliar.

Ditambah lagi, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto mengungkap bahwa nilai transaksi judi online tembus Rp 100 triliun hanya pada kuartal I tahun 2024.

Di sisi lain, daya rusak judi online juga semakin dirasakan di masyarakat. Sejumlah pemain bahkan sampai memutuskan untuk mengakhiri hidupnya karena terlilit utang akibat terlena dengan kesenangan yang akhirnya berubah menjadi kecanduan.

Baca juga: Ironi Penanganan Judi Online di Indonesia: Bukan Barang Baru, tapi Tak Juga Terselesaikan

Bahkan, aparat penegak hukum yang sejatinya menjadi garda terdepan dalam memberantas judi online ikut terbuai dengan kesenangan yang dijanjikan dari kegiatan ilegal tersebut.

Seperti terjadi dalam kasus seorang polisi wanita (Polwan) berinisial FN (28) di Mojokerto, Jawa Timur, yang membakar suaminya yang juga anggota kepolisian Briptu RDW (28) pada 8 Juni 2024.

FN tega membakar suaminya sendiri setelah mengetahui rekening bank milik suami yang berisi gaji ke-13 senilai Rp 2.800.000 berkurang menjadi Rp 800.000 karena digunakan untuk berjudi.

Sempat dilarikan ke rumah sakit, Briptu RDW tetap tidak terselamatkan. Kasus ini tengah ditangani oleh Polda Jawa Timur (Jatim).

Lantas, di mana celah yang membuat judi online semakin masif dan merusak di masyarakat?

Baca juga: Perang Bersama Melawan Judi Online

Korban gagalnya program kesejahteraan sosial?

Pakar psikologi forensik sekaligus kriminolog, Reza Indragiri Amriel, menyoroti soal kata “korban” yang digunakan serampangan dalam konteks penanganan judi online dikaitkan dengan wacana pemberian bantuan sosial (bansos ) oleh pemerintah.

Dia menegaskan bahwa kata “korban” yang belakangan disematkan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy tidak cocok digunakan karena mereka sesungguhnya adalah pelaku yang aktif bermain judi.

Apalagi, menurut dia, jelas bahwa hukum memandang judi atau aktivitas perjudian adalah masalah pidana sehingga tidak tepat menggunakan kata “korban”.

"Narasi Menko PMK merupakan potret victimhood culture. Yakni, ketika pelaku pelanggaran hukum dan mereka yang hidup berkecukupan pun digeser posisinya seolah mereka adalah pihak yang harus dikasihani dan diberikan simpati,” ujar Reza melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Selasa (19/6/2024) malam.

Baca juga: Perang Terhadap Judi Online, Polisi Siber Perlu Diefektifkan dan Jangan Hanya Musiman

Kemudian, menggunakan kata “korban”, Reza menyoroti bahwa para pelaku judi online tersebut bisa jadi benar adalah korban. Tetapi, korban dari gagalnya program kesejahteraan sosial yang dilakukan pemerintah.

"Tapi perlu diluruskan, apakah mereka yang melakukan aktivitas judi memang layak disebut sebagai korban judi online atau justru korban gagalnya kebijakan kesejahteraan yang kemudian menjadikan judi online sebagai jalan keluar yang salah atas kemiskinan yang disebabkan oleh kegagalan pemerintah itu,” katanya.

Sebagaimana diketahui, PPATK menemukan 156 juta transaksi senilai Rp 190 triliun sepanjang 2017-2022. Sehingga, diperkirakan ada sekitar 2,7 juta orang bermain judi online.

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Nasional
Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Nasional
Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Nasional
Pejabat Pemerintah Dinilai Tak 'Gentle' Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Pejabat Pemerintah Dinilai Tak "Gentle" Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Nasional
Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar 'Fun Run' hingga Konser di GBK Minggu Besok

Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar "Fun Run" hingga Konser di GBK Minggu Besok

Nasional
Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Nasional
Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Nasional
Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Nasional
PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

Nasional
PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

Nasional
38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

Nasional
PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

Nasional
Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung 'Cawe-cawe' Jokowi?

Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung "Cawe-cawe" Jokowi?

Nasional
Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com