JAKARTA, KOMPAS.com - Prahara di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus bergulir. Setelah melaporkan anggota Dewan Pengawas (Dewas) Albertina Ho, Nurul Ghufron kini dilaporkan Novel Baswedan dan kawan-kawannya.
Nurul Ghufron merupakan Wakil Ketua KPK yang saat ini tengah menjadi sorotan karena dinilai melakukan serangan balik ke Dewas.
Menjelang dugaan pelanggaran etik menggunakan pengaruhnya ke pejabat Kementerian Pertanian (Kementan), Ghufron melaporkan Albertina Ho ke Dewas karena meminta data hasil analisis transaksi keuangan pegawai ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Menurut Novel dan teman-temannya yang tergabung dalam Indonesia Memanggil (IM) 57+ Institute, tindakan Ghufron itu menghalangi proses pemeriksaan etik.
Baca juga: Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron
Adapun, Albertina berkoordinasi dengan PPATK untuk mengumpulkan bukti terkait Jaksa KPK berinisial TI yang dilaporkan menerima suap dan gratifikasi.
"Perlu juga dilakukan laporan terhadap pelanggaran kode etik untuk menghalang-halangi, menghambat atau menggagalkan proses pemeriksaan kode etik," ujar Novel saat ditemui di Gedung KPK lama, Jakarta Selatan, Jumat (26/4/2024).
Novel menyebut, tindakan Ghufron itu berseberangan dengan tugas pimpinan KPK. Alih-alih memastikan pemberantasan korupsi berjalan lancar, ia justru melaporkan Albertina.
Padahal, kata Novel, Dewas berperan dalam mengontrol dan menguak tindak pidana korupsi di internal KPK.
Baca juga: Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik
Temuan mereka bisa ditindaklanjuti menjadi pidana seperti kasus pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK.
"Ini bisa dimaknai sebagai upaya menghalangi pengungkapan perbuatan korupsi yang dilakukan," tutur Novel.
Tidak hanya melaporkan Albertina, Ghufron juga menggugat Dewas ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta terkait kasus etik yang menjeratnya.
Gugatannya teregister dengan nomor perkara: 142/G/TF/2024/PTUN.JKT terkait tindakan administrasi pemerintahan/tindakan faktual.
Sementara tindakan Ghufron dikritik banyak pihak, anggota Dewas KPK ramai-ramai membela Albertina Ho.
Baca juga: Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menyatakan bahwa koordinasi Albertina Ho ke PPATK tidak salah. Albertina disebut mengerjakan tugas Dewas dan berdasar pada surat tugas.
"Apa yang salah? Tak ada yang salah. Apa yang melanggar etik? Enggak ada pelanggaran di situ," kata Tumpak saat ditemui awak media di Gedung KPK lama, Jakarta Selatan, Kamis (25/4/2024).
Sementara itu, Ghufron berharap laporannya terhadap Albertina Ho ditindaklanjuti.
Ia mengaku, melaporkan Albertina agar masyarakat mengetahui bahwa penegakkan etika tidak boleh melanggar hukum dan serampangan tanpa batasan wewenang.
"Mengapa saya laporkan Bu Aho (Albertina), walau saya sudah tak berharap kepada Dewas untuk menegakkan dugaan perbuatan sewenang-wenang ini," ujar Ghufron saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat.
Baca juga: Perlawanan Ghufron Jelang Sidang Etik, Dewas KPK Kompak Bela Albertina Ho
Namun, Ghufron bersikukuh tindakan Albertina meminta data transaksi keuangan ke PPATK tidak dibenarkan. Sebab, Dewas bukan penyidik.
Menurutnya, dalam Pasal 44 Ayat (1) Huruf e Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang disebutkan mengenai permintaan informasi transaksi keuangan kepada PPATK.
Sementara, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor50 Tahun 2011 Pasal 36, instansi peminta itu meliputi penegak hukum, lembaga yang berwenang mengawasi seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), financial intelligence negara lain, dan lainnya.
Adapun Albertina menyatakan tindakannya berkoordinasi dengan PPATK sesuai Surat Edaran Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) Nomor 1 Tahun 2012.
"SE yang dijadikan dasar itu bukan hukum, karenanya tidak bisa dijadikan dasar untuk memperoleh kewenangan," tuturnya.
Baca juga: Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas
Mengenai gugatan di PTUN, Ghufron menilai materi perkara etik menggunakan pengaruh ke pejabat Kementan sudah kadaluarsa.
Komunikasinya dengan pihak Kementan agar memindahkan PNS berinisial ADM dari pusat ke Malang terjadi pada Maret 2022. Namun, kejadian itu baru dilaporkan pada Desember 2023.
Menurutnya, berdasarkan Pasal 24 Peraturan Dewas KPK Nomor 4 Tahun 2021, peristiwa itu sudah kadaluarsa karena lebih dari tahun baru dilaporkan.
“Karena dewas masih memeriksa maka saya ajukan gugatan ke PTUN Jakarta karena saya menilai tindakan pemerintahan Dewas itu telah melampaui wewenangnya secara waktu,” tutur Ghufron.
Terpisah, Ketua KPK Sementara Nawawi Pomolango mengaku hanya bisa berharap keributan di lembaganya segera selesai. Ia ingin KPK fokus pada kerja pemberantasan korupsi.
"Saya hanya bisa berharap, segala kemelut yang menerpa lembaga ini bisa segera usai dan KPK dapat lebih fokus bekerja pada kerja-kerja yang berkualitas," kata Nawawi saat dihubungi, Jumat.
Baca juga: Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh
Nawawi menggarisbawahi, tindakan Ghufron tersebut merupakan keputusan pribadi, bukan sikap pimpinan KPK secara kolektif kolegial.
Tindakan semacam ini juga dilakukan Ghufron ketika mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi guna meminta terkait syarat minimal batas usia calon pimpinan KPK dan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK saat ini.
"Seperti juga ketika Pak NG mengajukan permohonan soal batas usia dan perpanjangan ke MK pada waktu yang lalu," ujar Nawawi.
"Dewas yang tidak mengetahui adanya pengajuan permohonan itu, ikutan terimbas dengan perpanjangan setahun," lanjut Nawawi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.