Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Kompas.com - 18/04/2024, 12:54 WIB
Singgih Wiryono,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sengketa perselisihan hasil pemilihan presiden (Pilpres) di Mahkamah Konstitusi (MK) memasuki babak akhir.

Saat ini, delapan Majelis Hakim Konstitusi terus menggelar Rapat Pemusyarawatan Hakim (RPH) terhitung sejak 6 April 2024 hingga hari sebelum putusan dibacakan yaitu 21 April 2024.

Putusan akan dibacakan pada Senin, 22 April 2024 dan menentukan nasib hasil Pilpres, apakah permohonan para pemohon yang meminta pemungutan suara ulang dan diskualifikasi calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 2 dikabulkan atau tidak.

Namun, apa yang terjadi jika komposisi hakim yang menolak dan mengabulkan permohonan seimbang? Misalnya empat hakim memutuskan menolak dan empat hakim lainnnya memutuskan mengabulkan permohonan.

Baca juga: KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

Juru bicara MK Fajar Laksono mengatakan, beragam kemungkinan terkait hasil putusan Majelis Hakim Konstitusi sudah diatur dalam Pasal 45 Undang-Undang MK.

"Pertama musyawarah mufakat, delapan orang Hakim Konstitusi dengan legal opinion-nya masing-masing mungkin itu mufakat dulu," ujar Fajar saat ditemui di Gedung MK, Rabu (17/4/2024).

Jika musyawarah untuk mufakat tidak bisa tercapai, Undang-Undang MK mengatur agar rapat putusan dihentikan sejenak.

Penundaan bisa dilakukan dalam hitungan jam atau hitungan satu hari.

"Kalau sudah ditunda, mufakat lagi, upayakan untuk mufakat lagi. Dua kali mufakat di kedepankan, lalu gimana kalau itu enggak tercapai lagi?" kata Fajar.

Baca juga: Mengkaji Arah Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024

Jika putusan tidak bisa dicapai, Fajar mengatakan, delapan Hakim Konstitusi akan memutuskan dengan suara terbanyak.

Suara terbanyak bisa dalam komposisi lima banding tiga, atau enam banding dua, atau tujuh banding satu.

Namun, menurut dia, poling tak bisa jadi dasar pengambilan keputusan jika suara terbanyak tidak tercapai.

Misalnya, komposisi hakim yang menolak empat orang, dan yang menerima adalah empat orang.

"Di pasal 45 Undang-Undang MK ayat 8 itu dikatakan kalau dalam hal suara terbanyak tidak bisa diambil keputusan itu dikatakanlah imbang 4:4, maka di mana suara ketua sidang pleno itulah keputusan MK," ujar Fajar.

Baca juga: Anwar Usman Boleh Tangani Sengketa Pileg di MK, kecuali yang Libatkan PSI

Artinya, jika ketua sidang pleno saat itu ikut dalam suara mengabulkan, maka suara ketua sidang adalah keputusannya.

Begitu juga sebaliknya, jika ketua sidang pleno ikut dalam suara menolak, maka sidang tersebut diputuskan menolak permohonan. Meskipun dalam poling suara dinyatakan imbang antara menolak dan mengabulkan sama empat banding empat.

"Jadi enggak ada cerita deadlock dalam pengambilan keputusan di lembaga pengadilan," kata Fajar.

Baca juga: MK Sebut Amicus Curiae untuk Sengketa Pilpres Berjumlah 17 Surat, Kemungkinan Bisa Bertambah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Nasional
Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Nasional
Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Nasional
Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Nasional
TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

Nasional
Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Nasional
Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com