Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Penggunaan Hak Angket DPR, dari Era Soekarno sampai Jokowi

Kompas.com - 25/02/2024, 05:15 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

Hak angket baru digunakan lagi oleh DPR pada 1980 atau era Orde Baru. Pada saat itu terjadi skandal sengketa warisan antara mantan pejabat Pertamina H Thahir dengan pemerintah.

Istri kedua mendiang H Thahir, Kartika Ratnan, berkeras uang warisan suaminya adalah haknya. Anak-anak H Thahir dari istri pertamanya juga menuntut hak warisan itu.

Baca juga: Soal Hak Angket, Timnas Amin: Ini Bukan soal Kalah Menang, tapi Berjuang Luruskan Praktik Bernegara

Di sisi lain, jumlah uang disimpan Thahir di luar negeri sangat besar dan mencurigakan. Setelah diusut, ternyata mendiang semasa hidup diduga menerima gratifikasi dari sejumlah perusahaan rekanan Pertamina.

DPR kemudian mempertanyakan kepemilikan uang itu. Alhasil, Soeharto mengutus Menteri Sekretaris Negara Sudharmono pada 21 Juli 1980 buat menjelaskan kepada DPR soal persoalan tersebut.

Akan tetapi, pada saat itu DPR tidak puas dan membentuk panitia hak angket. Namun, wacana hak angket itu kandas karena ditolak pada sidang pleno lanjutan di DPR.

DPR kembali menggulirkan hak angket pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid atau kerap disapa Gus Dur. Saat itu terjadi ketegangan antara Gus Dur dan DPR, berujung dekrit pembubaran parlemen pada 2001.

Setelah dekrit terbit, DPR melawan dengan menggulirkan hak angket menyelidiki dugaan korupsi Bulog (Buloggate). Penyebabnya adalah Gus Dur saat itu dituduh terlibat menyelewengkan dana milik Yayasan Bina Sejahtera Badan Urusan Logistik (Bulog).

Baca juga: Dukung Hak Angket Kecurangan Pemilu, Nasdem: Mekanismenya Tak Rumit

Selain itu, DPR juga menggulirkan hak angket menyelidiki aliran dana sumbangan sebesar 2.000.000 Dollar Amerika Serikat dari Sultan Brunei Hassanal Bolkiah buat rakyat Aceh. Persoalan itu dijuluki Bruneigate. Setelah itu Gus Dur dilengserkan melalui MPR.

DPR juga menggunakan hak angket menyelidiki dugaan korupsi dana nonbujeter Bulog sebesar Rp 40 miliar pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri.

Sedangkan pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2004, DPR menggunakan hak angket menyelidiki penjualan 2 uni kapal tangker VLCC milik Pertamina.

Kemudian pada Maret 2008, DPR melalui Sidang Paripurna menyetujui permohonan hak angket penyelesaian kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), karena terdapat indikasi perkara yang tengah diusut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) itu terindikasi akan dihentikan.

DPR kembali menggulirkan hak angket pada periode kedua pemerintahan SBY yakni 2009. Saa itu DPR menyelidiki Pansus hak angket terkait kebijakan bailout terhadap Bank Century.

Hak angket kembali digulirkan DPR pada periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yakni pada 2017.

Baca juga: Ganjar Dorong Hak Angket, Budiman: Mahfud dan PPP Anggap Akan Timbulkan Masalah Baru

Saat itu DPR mengajukan hak angket terkait penyelidikan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

Pangkal persoalannya adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak memberikan salinan berita acara pemeriksaan (BAP) Miryam S. Haryani. Di dalam BAP itu Miryam menyebut sejumlah nama anggota dan mantan anggota DPR diduga terlibat dalam korupsi e-KTP.

Pada saat itu Fahri Hamzah yang masih menjadi Wakil Ketua DPR menyetujui penggunaan hak angket. Namun, fraksi Gerindra, Demokrat, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menolak usulan hak angket.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com