Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud: Sebelum Ada Satgas TPPU, Kasus Impor Emas Rp 189 Triliun Tak Berjalan

Kompas.com - 17/01/2024, 18:14 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, keberadaan Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) berhasil mempercepat penanganan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terkait transaksi impor emas sebesar Rp 189 triliun.

Sebelum ada Satgas, menurut Mahfud, penanganan kasus tersebut tidak berjalan.

"Perkembangan yang paling signifikan dari kerja Satgas TPPU adalah penanganan surat LHP Nomor SR 205/2020 terkait kasus impor emas dengan transaksi keuangan mencurigakan sebesar Rp 189 triliun," ujar Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (17/1/2024).

"Sebelum ada satgas TPPU, kasus ini (impor emas) tidak berjalan. Namun, dengan supervisi Satgas, kasus mulai diproses dengan mengungkap tindak pidana oleh penyidik dari Direktorat Jenderal Bea Cukai dan dugaan tindak pidana perpajakan oleh Direktorat Jenderal Pajak," katanya lagi.

Baca juga: Tugas Satgas TPPU Berakhir, Mahfud Akan Usulkan Perpanjangan Masa Kerja

Mahfud lantas mengungkapkan bahwa kasus impor emas grup SB saat ini telah naik ke tahap penyidikan.

Sementara itu, kasus perpajakan masih dalam tahap pengumpulan bukti permulaan.

"Yang terdiri empat wajib pajak, dengan perkiraan pajak kurang bayar mencapai ratusan miliaran rupiah," ujar Mahfud.

"Terhadap kasus lainnya, saat ini sedangkan ditindaklanjuti oleh kejaksaan kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kehadiran satgas TPPU juga telah memberikan efek positif penyelesaian kasus-kasus serupa baik penanganan dan penyelesaian tindak pidana asalnya maupun TPPU-nya," katanya lagi.

Kemudian, Satgas TPPU juga sudah menyampaikan tujuh rekomendasi. Salah satunya melakukan supervisi terhadap penanganan kasus importasi emas dengan melibatkan kelompok ahli dan kelompok kerja.

Baca juga: KPK Masih Lengkapi Alat Bukti Kasus SB yang Terseret Transaksi Janggal Impor Emas Rp 189 Triliun

Sebelumnya, kasus TPPU senilai Rp 189 triliun diungkapkan oleh Mahfud pada Maret 2023.

Saat itu, Mahfud mengatakan, dugaan pencucian uang itu terkait impor emas batangan ke Indonesia.

“Impor emas batangan yang mahal-mahal itu, tapi di dalam surat cukainya itu dibilang emas mentah. Diperiksa oleh PPATK, diselidiki, ‘Mana kamu kan emasnya sudah jadi kok bilang emas mentah?’" kata Mahfud dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).

Dalam proses penyelidikan, Mahfud mengatakan, pihak bea cukai sempat berdalih bahwa impor yang dilakukan bukan emas batangan, tetapi emas murni.

Kemudian, emas murni tersebut dicetak melalui berbagai perusahaan di Surabaya, Jawa Timur.

Namun, PPATK tidak menemukan keberadaan perusahaan yang dimaksud.

Baca juga: Soal Dugaan Pencucian Uang Impor Emas Rp 189 Triliun di Bea Cukai, PPATK Sebut Ada Perubahan Pola

Lebih lanjut, Mahfud menyatakan dugaan pencucian uang itu pernah diserahkan ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) oleh PPATK pada tahun 2017.

Kala itu, laporan kejanggalan transaksi keuangan itu langsung diberikan melalui Dirjen Bea Cukai, dan Irjen Kemenkeu bersama dua orang lain.

Namun, Mahfud mengungkapkan, hingga tahun 2020 laporan tak pernah ditindaklanjuti oleh Kemenkeu.

Oleh karena itu, dugaan pencucian uang tersebut baru diketahui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saat bertemu PPATK pada 14 Maret 2022.

Itu pun, data yang sampai ke Sri Mulyani adalah soal pelanggaran pajak perusahaan, bukan dugaan pencucian uang di Direktorat Bea Cukai.

Baca juga: Mahfud Beberkan Modus Transaksi Janggal Impor Emas Batangan 3,5 Ton

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com