JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kualitas dan kuantitas penanganan perkara yang terus merosot.
Hal itu disampaikan dalam rekomendasi hasil penilaian evaluatif kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi – Anti-Corruption Agency (ACA) Assessment 2023 yang dilakukan Transparency International Indonesia (TII).
Dari hasil evaluasi itu terungkap dimensi deteksi, penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan KPK pada 2023 juga menurun menjadi 61 persen dari 89 persen pada 2019.
"KPK harus menutup celah-celah kebocoran informasi perkara, karena dapat berpengaruh terhadap keberhasilan penanganan perkara," kata Manajer Program Departemen Pemerintahan Demokratis Transparency International Indonesia (TII) Alvin Nicola, dalam acara Senja Kala Penguatan KPK yang diselenggarakan TII di Jakarta, Senin (4/12/2023).
Baca juga: Asisten Pribadi Wamenkumham Melenggang Pulang Usai Diperiksa KPK Sebagai Tersangka
Alvin merekomendasikan supaya KPK mengoptimalkan pengembalian kerugian keuangan negara akibat korupsi melalui penggunaan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Menurut Alvin, rendahnya pengembalian kerugian keuangan negara oleh KPK dari penanganan kasus korupsi juga menimbulkan skeptisme publik.
Sebab masyarakat menganggap biaya yang dikeluarkan buat penanganan perkara lebih besar daripada pengembalian kerugian negara.
"Meski pendapat ini tidak sepenuhnya benar, tetapi keinginan publik agar KPK menangani big fish amat beralasan sesuai dengan batasan perkara yang dapat ditangani oleh KPK, yakni dilakukan oleh penyelenggara negara atau menimbulkan kerugian di atas Rp 1 miliar," ucap Alvin.
Baca juga: Belum Tahan Aspri Wamenkumham, KPK: Kami Butuh Waktu
Alvin menyampaikan, KPK bisa mengambil contoh beberapa kasus yang ditangani kejaksaan seperti korupsi Jiwasraya, Asabri, izin ekspor minyak goreng, dan proyek pengadaan base transceiver station (BTS) 4G.
"Beberapa kasus tersebut dapat disebut sebagai big fish yang menyumbang pengembalian kerugian keuangan negara hingga puluhan triliun rupiah," ujar Alvin.
Alvin juga mengimbau supaya KPK menyadari pentingnya peran masyarakat sipil sebagai mitra utama pemberantasan korupsi.
Dia mengatakan, masyarakat sipil sebagai pendukung eksistensi KPK, mitra juang, sekaligus sumber informasi berbagai pelanggaran yang dapat dijadikan sebagai instrumen deteksi.
Baca juga: KPK Periksa Asisten Pribadi Wamenkumham dan Seorang Pengacara
"Tanpa dukungan masyarakat sipil yang kuat, KPK tidak akan dapat melakukan pemberantasan korupsi secara efektif. Bahkan eksistensi KPK juga sebenarnya sangat rapuh jika masyarakat sipil sudah tidak menunjukkan dukungan kuat terhadap KPK," ujar Alvin.
"Karena sesungguhnya kekuasaan akan lebih memilih tanpa adanya KPK atau KPK tetap ada tetapi, sekadar ada tanpa kinerja yang andal," sambung Alvin.
Alvin mengatakan, metodologi evaluasi Anti Corruption Agency (ACA) 2023 dilakukan dengan meminta pandangan lebih dari 100 pakar serta pemangku kepentingan tingkat nasional maupun daerah.
Para pakar itu berasal dari lembaga pemerintah, legislator, penegak hukum, lembaga peradilan, asosiasi pengusaha, komisi negara, pakar antikorupsi dan pembangunan, pakar hukum, media massa, hingga organisasi masyarakat sipil.
Baca juga: Firli Bahuri Belum Konfirmasi Hadiri Pemeriksaan Dewas KPK Hari Ini
Dia menyampaikan, kinerja KPK diukur dengan menggunakan 50 indikator yang terbagi dalam 6 dimensi. Metodologi ACA Assessment juga membagi indikator ke dalam 14 indikator faktor pendukung internal, 16 faktor pendukung eksternal dan 20 kinerja aktual.
Basis pengukuran ini diambil dari Konvensi Anti Korupsi PBB (UNCAC) pasal 6 dan 36, serta The Jakarta Principles (2012) serta turunannya.
Setiap indikator akan diberi skor dengan skala tiga poin (rendah, sedang, tinggi) guna melihat kecenderungan kinerja ACA.
Studi itu, kata Alvin, memadukan analisis kebijakan, analisis berita, wawancara pakar dengan panduan pertanyaan semi-terstruktur serta diskusi kelompok terfokus dengan pemangku
kepentingan utama.
Baca juga: Pimpinan Yakin Ada Oknum yang Main Perkara di KPK
Penilaian dilakukan pada April-Oktober 2023, untuk melihat keseluruhan kinerja KPK pasca disahkannya UU 19/2019.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.