Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud MD: Kekuasaan Sekarang Banyak yang Eksesif karena Konflik Kepentingan

Kompas.com - 23/11/2023, 15:52 WIB
Ardito Ramadhan,
Fitria Chusna Farisa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com- Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 Mahfud MD berpandangan, akhir-akhir ini kekuasaan cenderung bertindak berlebihan atau eksesif. Menurutnya, ini tak lepas dari adanya konflik kepentingan atau conflict of interest.

"Berdasar hasil penelitian, kekuasaan sekarang itu banyak sekali yang eksesif, karena adanya conflict of interest," kata Mahfud dalam acara dialog di Kampus Universitas Muhammadiyah Jakarta, Tangerang Selatan, Kamis (23/11/2023).

Mahfud mengeklaim, pernyataannya itu selaras dengan hasil peneltian Transparency International Indonesia (TII) yang menyebutkan bahwa indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia anjlok.

Baca juga: Mahfud MD: Sebaik Apa Pun Orang, Tak Boleh Menjabat Lagi kalau Sudah Dua Periode

Menurut Mahfud, hasil penelitian menunjukkan bahwa IPK di Indonesia jeblok lantaran tidak ada lagi batas yang jelas terkait kekuasaan.

"Sampai akhirnya di tahun 2021, indeks persepsi korupsi kita itu 38, tapi tiba-tiba pada tahun 2022 anjlok turun menjadi 34. Apa penjelasannya? Karena tadi batas-batas kekuasaan itu bercampur baur," ujar Mahfud.

Mahfud mencontohkan, banyak anggota legislatif yang merupakan pemilik perusahaan. Tak sedikit dari kalangan ini yang membawa kepentingan perusahaan ketika sedang bertugas sebagai legislator.

"Kadang kala menteri tuh ditekan, sesudah ditekan gitu bicara keras, nanti sesuah keluar dari sidang, lalu pesen proyek, itu DPR, banyak itu conflict of interest," kata dia.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan ini pun mengakui bahwa praktik serupa juga ditemukan di kekuasaan eksekutif atau pemerintah, misalnya terkait perizinan yang tumpang tindih.

Ia menyebutkan, ada modus sejumlah pejabat yang sengaja menunda-nunda mengeluarkan izin karena menunggu suap dari para pengusaha.

Mahfud pun mengaku sudah menerima banyak keluhan dari pengusaha yang terpaksa memberi suap agar izin usahanya cepat keluar, tetapi di sisi lain juga terancam pidana jika kedapatan melakukan suap.

"Kalau enggak nyuap enggak dapet, kalau nyuap dipenjarakan gitu, itu jadi masalah. Nah itu yang harus sekarang ini kita urai dan kita pecah, tidak boleh itu terjadi lagi," kata Mahfud.

Baca juga: Soal TNI/Polri Isi Jabatan Sipil, Mahfud: Terkadang Diperlukan Orang yang Sangat Kuat

Adapun Mahfud merupakan cawapres yang berpasangan dengan capres Ganjar Pranowo pada Pemilu Presiden 2024. Pasangan nomor urut 3 ini didukung oleh PDI Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hanura, dan Partai Perindo.

Sementara, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar menyanding nomor urut 1. Keduanya didukung oleh tiga partai Parlemen yakni Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), serta satu partai non Parlemen yaitu Partai Ummat.

Paserta pilpres lainnya yakni Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka ditetapkan sebagai capres-cawapres nomor urut 2. Pasangan ini didukung Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Gelora, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Nasional
Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com