JAKARTA, KOMPAS.com - Firli Bahuri disebut masih aktif menjabat sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan mengikuti rapat meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka.
Adapun Firli diduga memeras eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) atau menerima gratifikasi dan hadiah/janji.
"Masih sangat aktif, yang bersangkutan tadi juga ikut rapat," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat konferensi pers di KPK, Jakarta Selatan, Kamis (23/11/2023).
Baca juga: Firli Bahuri Tersangka, Wakil Ketua KPK Tolak Minta Maaf dan Tak Merasa Malu
Menurut Alex, Firli berada di ruang kerjanya dan melakukan pekerjaan sebagai pimpinan KPK seperti biasa.
Dalam konferensi pers itu, Alex juga menyatakan pimpinan KPK secara kolektif kolegial tetap berkomitmen melaksanakan tugas KPK sebagaimana amanah undang-undang.
"Menuntaskan perkara tindak pidana korupsi baik di tingkat penyidikan, penyelidikan maupun pengembangan hasil persidangan, fakta-fakta persidangan," kata Alex.
Diketahui, Polda Metro Jaya akhirnya menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka dugaan pemerasan terhadap SYL atau penerimaan gratifikasi atau hadiah/janji.
Status tersangka Firli ditetapkan dan diumumkan setelah penyidik Polda Metro Jaya menggelar ekspose atau gelar perkara.
"Menetapkan Firli Bahuri selaku Ketua KPK RI sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi," ujar Dirkrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri di Mapolda Metro Jaya, Rabu (22/11/2023).
Baca juga: Firli Jadi Tersangka, Abraham Samad sampai Novel Baswedan Cukur Gundul
Dalam perkara ini, penyidik telah memeriksa 91 orang saksi termasuk Firli dan SYL berikut ajudan mereka.
Penyidik juga telah menggeledah rumah Firli di Villa Galaxy Bekasi, Jawa Barat dan Jalan Kertanegara Nomor 46, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Adapun SYL diduga diperas menyangkut penanganan perkara dugaan korupsi di Kementerian Pertanian.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyebut semua pihak harus menghormati proses hukum terkait perkara Firli.
Ia juga menyebut setiap orang tidak boleh dinyatakan bersalah sebelum terdapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.