JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD turut menanggapi wacana penambahan jumlah kementerian.
Dia menyebut, apabila gagasan penambahan kementerian rutin dilakukan dan terjadi selepas pemilihan umum (Pemilu), maka mengindikasikan kolusi semakin menjalar sehingga merusak tata kelola negara.
Tak hanya kolusi, Mahfud juga mengkhawatirkan praktik korupsi semakin banyak dilakukan sejalan dengan penambahan jumlah kementerian.
Sebagaimana diketahui, ada 34 pos kementerian di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin.
Menjelang pergantian pemerintahan ke tangan Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, ada usulan penambahan kementerian menjadi 41.
Baca juga: Jumlah Kementerian sejak Era Gus Dur hingga Jokowi, Era Megawati Paling Ramping
Mahfud MD menyebut, ide penambahan kementerian dikhawatirkan merusak negara karena mengindikasikan terjadinya kolusi yang semakin masif.
"Besok pemilu yang akan datang tambah lagi jadi 60. Pemilu lagi, tambah lagi. Karena kolusinya semakin meluas, rusak nih negara," kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) itu dalam Seminar Nasional "Pelaksanaan Pemilu 2024: Evaluasi dan Gagasan Ke Depan", yang ditayangkan kanal YouTube Fakultas Hukum UII, Rabu (8/5/2024).
Mahfud juga sangat khawatir praktik korupsi semakin meluas bila wacana penambahan kementerian menjadi kenyataan. Sebab, diakuinya terdapat celah buat melakukan praktik rasuah dalam setiap kementerian yang mendapatkan kucuran anggaran negara.
"Semangatnya bukan terus bagi-bagi kekuasaan itu, semangatnya membatasi jumlah-jumlah pejabat setingkat menteri karena semakin banyak, itu semakin sumber korupsi. Itu semua anggaran," ujar Mahfud.
Mahfud menjelaskan, dalam aturan terdahulu hanya terdapat 26 kementerian di Indonesia. Lalu, setelah ada perubahan aturan, kini terdapat 34 kementerian.
Berita selengkapnya bisa dibaca di sini.
Baca juga: Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019
Mantan calon presiden (capres) Ganjar Pranowo menegaskan bahwa dirinya akan tetap berpolitik setelah kalah dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
Ganjar juga memutuskan untuk tetap konsisten berjuang untuk rakyat di luar pemerintahan Prabowo-Gibran.
Terkait pilihan Ganjar tersebut, pengamat politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menilai, politikus PDI-P itu dapat membangun organisasi masyarakat (ormas) demi menjaga karir politiknya dan tetap eksis di dunia politik.
Menurut Jamiluddin, opsi tersebut bisa diambil Ganjar karena tidak mungkin berkiprah di sektor legislatif maupun eksekutif untuk lima tahun ke depan.
Baca juga: Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum