Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud MD Buka Peluang Revisi Aturan HGU 190 Tahun di IKN

Kompas.com - 23/11/2023, 12:32 WIB
Ardito Ramadhan,
Fitria Chusna Farisa

Tim Redaksi

TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com- Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3 Mahfud MD membuka peluang untuk merevisi ketentuan mengenai pemberian hak guna usaha (HGU) hingga 190 tahun yang tertuang dalam Undang-Undang Ibu Kota Nusantara (UU IKN).

"Itu tentu saja bisa dievaluasi ulang, bisa dihitung ulang relevansinya dengan keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata Mahfud dalam acara Dialog Terbuka Muhammadiyah di Kampus Universitas Muhammadiyah Jakarta, Kamis (23/11/2023).

Mahfud menjelaskan, ketentuan HGU hingga 190 tahun itu dibuat untuk mempermudah masuknya investasi dalam proyek pembangunan IKN.

Baca juga: Anies Dulu Malu-malu Kritik IKN, Kini Keras Sebut Ibu Kota Baru Lahirkan Ketimpangan

Namun, dengan ketentuan tersebut, bukan berarti lahan bakal dimiliki sesukanya oleh para investor yang memegang HGU. Sebab, pemerintah akan mengevaluasi penggunaan HGU setiap dilakukan perpanjangan waktu.

"Memang itu akan berganti ke beberapa generasi, tapi kan sebenarnya setiap perpanjangan waktu itu kan biasanya diikuti dengan perpanjangan keterlibatan tenaga kerja pada generasi berikutnya," terang Mahfud.

Adapun dalam Pasal 16A UU Nomor 21 Tahun 2023 tentang IKN disebutkan, HGU di IKN diberikan dalam dua siklus. Siklus pertama, dalam jangka waktu paling lama 95 tahun.

Selanjutnya, HGU dapat diberikan kembali untuk siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 95 tahun. Namun pemberian izin HGU di siklus kedua ini tentu berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi tertentu.

Kemudian, pada bagian penjelasan UU IKN disebutkan, dalam setiap siklusnya, jangka waktu izin HGU di IKN diberikan dalam 3 tahapan.

Ketiga tahapan tersebut yaitu pemberian hak untuk jangka waktu paling lama 35 tahun, perpanjangan hak untuk jangka waktu paling lama 25 tahun, dan pembaruan hak untuk jangka waktu paling lama 35 tahun.

Ketentuan mengenai HGU 190 tahun itu pun menuai kritik. Sekretaris Jeneral Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Kartika menilai, HGU yang berdurasi nyaris dua abad untuk swasta itu mengkhianati konstitusi dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria.

Ketentuan tersebut mengamanatkan agar tanah negara dimanfaatkan untuk seluas-luasnya kepentingan rakyat.

Baca juga: Soal IKN, Anies: Bangun Kota di Tengah Hutan Timbulkan Ketimpangan Baru

KPA juga menilai, kebijakan tersebut menerabas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21-22/PUU-V/2007 terkait pemberian konsesi sekaligus di muka, bahwa pemberian hak atas tanah sekaligus di muka (pemberian hak, perpanjangan dan pembaruannya) berupa 95 tahun HGU, 80 tahun HGB dan 70 tahun hak pakai melanggar UUD 1945.

Kebijakan ini dianggap lebih buruk dibandingkan undang-undang agraria zaman kolonial (Agrarische Wet 1870) yang memberikan hak konsesi perkebunan kepada investor/perkebunan kolonial paling lama 75 tahun.

"Kebijakan dan praktik-praktik inkonstitusional agraria di atas disebabkan oleh implementasi ekonomi politik yang tidak lain dan tidak bukan mengabdi pada kapitalisme," kata Dewi dalam diskusi peringatan Hari Tani 2023 yang diselenggarakan KPA secara virtual, Minggu (24/9/2023).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com