Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim MK Arief Hidayat Terbukti Langgar Etik karena "Baju Hitam" dan Ucapan "Reshuffle"

Kompas.com - 07/11/2023, 17:54 WIB
Vitorio Mantalean,
Fitria Chusna Farisa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Konstitusi Arief Hidayat dinyatakan melanggar kode etik terkait prinsip kepantasan dan kesopanan. Arief dinilai merendahkan martabat Mahkamah Konstitusi (MK).

Putusan ini diketuk oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam sidang pembacaan putusan etik, Selasa (7/11/2023).

“Hakim terlapor terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama prinsip kepantasan dan kesopanan sepanjang terkait dengan pernyataan di ruang publik yang merendahkan martabat Mahkamah Konsitusi,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat.

Baca juga: 9 Hakim MK Langgar Etik karena Bocorkan Isi RPH, Disanksi Teguran Lisan

Arief dinilai merendahkan MK karena menyebut dirinya berkabung atas kondisi MK. Pernyataan itu disampaikan Arief beberapa hari setelah perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang uji materi syarat calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) diputus.

Untuk mengungkapkan rasa berkabungnya, Arief mengenakan baju warna hitam saat menghadiri acara Konferensi Hukum Nasional dengan tema Strategi dan Sinergitas Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi di Jakarta Pusat, Rabu (25/10/2023).

“Sikap dan perilaku hakim terlapor dengan menggunakan baju hitam yang menunjukkan rasa keprihatinan hakim terlapor telah ternyata dinilai merupakan suatu perilaku dan citra yang tidak pantas sehingga makin membebani dan menurunkan martabat Maukamah Konsitusi,” ucap Jimly.

Selain itu, Arief juga dinilai merendahkan martabat Mahkamah karena pernyataannya dalam wawancara bersama Medcom.id pada 29 Oktober 2023.

Baca juga: MKMK Nyatakan Tak Bisa Koreksi Putusan MK soal Batas Usia Capres-Cawapres

Dalam wawancara itu, Arief menyebut bahwa hakim konstitusi perlu di-reshuffle atau diganti seluruhnya.

“Pernyataan tersebut bernada merendahkan martabat Konsitusi yang mengakibatkan kepercayan publik semakin menurun terhadap Mahkamah Konsitusi,” kata Jimly.

Atas pertimbangan tersebut, Arief dinyatakan terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama prinsip kepantasan dan kesopanan butir penerapan pertama yang menyatakan, hakim konstitusi harus menghindari perilaku dan citra yang tidak pantas dalam segala kegiatan.

Arief juga terbukti melanggar butir penerapan kedua yang berbunyi, sebagai abdi hukum yang terus menerus menjadi pusat perhatian masyarakat, hakim konsitusi harus menerima pembatasan-pembatasan pribadi yang mungkin dianggap membebani dan harus menerimanya dengan rela hati serta bertingkah laku sejalan dengan martabat mahkamah.

Atas pelanggaran ini, MKMK menjatuhkan sanksi berupa berupa teguran tertulis terhadap Arief.

“Dan menjatuhkan sanksi teguran tertulis,” tutur Jimly.

Sebagai informasi, dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.

Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.

Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.

Baca juga: Pendukung Prabowo-Gibran Demo di Patung Kuda, Dukung Putusan MK soal Batas Usia Capres-Cawapres

Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).

Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini, meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju Putusan 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.

Padahal, dalam perkara nomor 90 itu, pemohon bernama Almas Tsaqibbirru, seorang pelajar/mahasiswa kelahiran tahun 2000, mengakui dirinya adalah pengagum Wali Kota Solo yang juga anak sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming.

Almas berharap, Gibran bisa maju pada Pilpres 2024 walaupun usianya belum memenuhi ketentuan minimum 40 tahun.

Baca juga: Hiper-Presidensialisme dan Putusan-putusan MK

Total, MK telah menerima secara resmi 21 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.

Aduan tersebut bervariasi, mulai dari melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Gibran, ada yang memintanya mengundurkan diri, ada yang melaporkan seluruh hakim konstitusi, ada yang melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion).

MKMK membacakan putusan ini sehari sebelum tenggat pengusulan bakal pasangan capres-cawapres pengganti ke KPU RI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com