JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan, PDI-P percaya bahwa Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) akan memutus dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi terkait putusan batas usia calon presiden dan wakil presiden, secara adil dan bijak.
Itu disampaikan Hasto usai ditanya MKMK yang memastikan putusan sidang etik itu akan dibacakan pada Selasa (7/11/2023).
"Kita percayakan pada kenegarawanannya Prof Jimly dan seluruh anggota dari mahkamah etik," kata Hasto ditemui di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat (3/11/2023) malam.
Baca juga: Eks Hakim Aswanto Bantah Anwar Usman Penyebab MKMK Tak Dibentuk Permanen
Hasto mengingatkan muruah Mahkamah Konstitusi (MK) perlu dijaga. Apalagi, kata dia, MK dikenal sebagai benteng demokrasi Indonesia.
"Sehingga, (MK) tidak boleh dikebiri, tidak boleh ada manipulasi. Tidak boleh hanya karena hubungan kekeluargaan, kemudian hukum dikorbankan," tegas politikus asal Yogyakarta ini.
Untuk itu, PDI-P disebut meyakini MKMK bakal mengambil keputusan yang terbaik demi keadilan.
Dia juga meyakini, Jimly Asshiddiqie tetap profesional dalam memutuskan sidang etik nantinya.
Baca juga: MKMK Beri Indikasi Anwar Usman Hakim Paling Bermasalah
Dia berharap, Jimly dan hakim mahkamah etik lainnya mampu mendengarkan suara rakyat dalam memutus sidang etik.
"Yang paling baik, dengarkan suara rakyat, sehingga pemilu berjalan secara demokratis tanpa intimidasi, berlangsung secara jurdil dan demokratis," katanya.
"Dan KPU kita harapkan bersama Bawaslu menjadi penyelenggara baik yang betul-betul langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil," sambung Hasto.
Sebelumnya diberitakan, Jimly memastikan, putusan MKMK bakal dibacakan pada Selasa pekan depan pukul 16.00, setelah sidang pleno MK.
Menurutnya, putusan itu kemungkinan besar akan cukup tebal. Pasalnya, ada 21 laporan yang diproses MKMK. Seluruh hakim konstitusi dilaporkan dengan jumlah laporan beda-beda.
Baca juga: MKMK Sudah Simpulkan Pelanggaran Etik Anwar Usman cs, Tinggal Susun Putusan
Ketua MK yang juga ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, jadi hakim terbanyak dilaporkan (15), disusul Wakil Ketua MK Saldi Isra (4) dan hakim konstitusi Arief Hidayat (4). Wahiduddin Adams paling sedikit dilaporkan (1).
Jimly berujar, putusan itu nanti akan dibacakan berdasarkan orang per orang selaku hakim terlapor.
"Semua laporan itu kan berisi tuduhan-tuduhan. Itu satu per satu mudah-mudahan nanti terjawab semua dengan bukti, kontra bukti," ujar Jimly.
"Ada yang menuduh gini, jawabannya begini, itu nanti dibahas dalam putusan," jelasnya.
Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimal 40 tahun.
Hakim yang setuju putusan itu hanya Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan Sitompul.
Baca juga: MKMK Buka Peluang Batalkan Putusan MK, Mahfud MD: Itu Terserah Pak Jimly
Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic menyampaikan alasan berbeda (concurring opinion), bahwa hanya gubernur yang berhak untuk itu.
Sementara itu, hakim konstitusi Arief Hidayat, Saldi Isra, Wahiduddin Adams, dan Suhartoyo menolak dan menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion).
Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.
Baca juga: Speak Up Saldi Isra-Arief Hidayat Bongkar Prahara Internal MK
Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju putusan nomor 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.
Hingga kini, MK telah menerima secara resmi 21 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
Aduan tersebut bervariasi, mulai dari melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Gibran, ada yang memintanya mengundurkan diri, ada yang melaporkan seluruh hakim konstitusi, ada yang melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion), dan aduan yang mendesak agar segera dibentuk MKMK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.