JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, pemerintah belum serius menerapkan sistem e-voting dalam setiap pemilihan umum (pemilu).
Ia mensinyalir, ketidakseriusan ini terjadi lantaran sistem e-voting yang memanfaatkan teknologi digital tidak bisa dicurangi.
"Lagi-lagi memang belum ada keseriusan dari kita untuk memakai teknologi ini, karena tidak bisa dicurangi. Karena cenderung kita ingin bermain di area abu-abu," kata Bambang Soesatyo di Gedung Lemhannas, Jakarta Pusat, Selasa (3/10/2023).
Pria yang karib disapa Bamsoet ini mengatakan, pemanfaatan sistem e-voting justru lebih banyak memiliki manfaat.
Baca juga: MK Sarankan KPU Pertimbangkan e-Voting Buat Efisiensi Biaya Pemilu
Lewat penerapan sistem itu, menurut dia, proses demokrasi tidak lagi konvensional yang membuat masyarakat berkerumun dan datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk mencoblos. Dengan begitu, ongkos logistik akan lebih murah.
Ia menilai, pemanfaatan sistem e-voting pun lebih hemat waktu dan tenaga. Jika menggunakan sistem konvensional, penghitungan suara akan memakan waktu dan membutuhkan sumber daya manusia yang banyak sehingga sangat mahal.
"Oleh karena itu, saya membayangkan ke depan kita sudah mulai masuk kepada demokrasi yang memanfaatkan kemajuan digital," ujar Bamsoet.
Manfaat lainnya, masyarakat bisa mencoblos di mana pun, termasuk di rumahnya masing-masing dengan memanfaatkan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Baca juga: Di Hadapan Jokowi, Bamsoet Kembali Usul Hadirkan Utusan Golongan di MPR
Data tersebut akan langsung terkirim ke lembaga terkait, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI.
"Sehingga angka-angkanya bisa kita bandingkan, mana yang terjadi perselisihan atau mana yang terjadi tidak tepat. Diharapkan ke depan Pemilu bisa dilaksanakan dengan cepat, murah, dan mendorong partisipasi masyarakat yang lebih banyak," katanya.
Bamsoet juga meyakini bahwa sistem e-voting akan meningkatkan partisipasi masyarakat lebih banyak karena Pemilihan menjadi lebih mudah.
Namun, ia tidak memungkiri bahwa pemanfaatan teknologi memiliki risiko tinggi, mulai dari rawan peretasan hingga pemanfaatan data pribadi ilegal.
Baca juga: Cerita Bawaslu Pantau E-voting Brasil: Rekapitulasi Beres 5 Jam, KPPS Hanya Dibayar Makan Siang
Hanya saja, Bamsoet mengatakan, risiko tersebut bisa dicegah dengan perencanaan matang dan terukur.
Terlebih lagi, sudah ada praktik baik di berbagai negara yang sudah memanfaatkan sistem e-voting, seperti Kanada, Estonia, dan Belanda.
"Harus ada keberanian. Kita pernah mencoba, tapi baru di tingkat pemilihan kepala desa di Jateng (Jawa Tengah), dan itu berhasil. Jadi peluang-peluang memanfaatkan teknologi ini bisa kita lakukan," ujar Bamsoet.
Baca juga: E-Voting Sulit Diterapkan di Pilpres 2024
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.