GAGASAN untuk mengubah metode pemungutan suara ke sistem internet voting (e-voting) sudah lama digaungkan seiring kemajuan teknologi informasi dan kian meratanya jaringan internetnya di tanah air.
Bukan hanya dari kalangan akademisi, Menteri Komunikasi dan Informasi Johnny G Plate termasuk yang getol mendukung penggunaan e-voting. Menurut dia, lebih legitimate dalam semua tahapan.
Dalam rapat kerja dengan DPR, Mendagri Tito Karnavian mengemukakan penggunaan e-voting sudah digunakan oleh 155 desa saat gelaran Pilkades 2021.
Namun demikian, Tito meragukan motode serupa dapat berjalan dengan baik untuk tingkat nasional.
Terbaru Ketua Majelis Syuro Partai Ummat Amien Rais mengusulkan sistem e-voting berbasis blockchain sebagai langkah awal perbaikan pemilu, (Kompas, 2 Juni 2022).
Terlebih sejak 2010, Filipina juga sudah menerapkan sistem e-voting dan terbukti sukses mendongkrak partisipasi pemilih dan hasil dipercaya masyarakat. Bahkan Estonia sudah melakukan sejak 2005.
Tentu kita juga tidak menafikan adanya negara, seperti Belanda, yang semula sudah menggunakan e-voting, namun kembali ke cara konvensional setelah mendapat banyak protes.
Sebagai informasi, blockchain adalah sekumpulan data terdistribusi yang dapat diakses secara publik dan sulit diubah karena tersimpan dalam blok-blok yang saling terhubung.
Perubahan yang terjadi pada satu blok akan menyebabkan perubahan di blok lain. Hal ini dianggap dapat meminimalisir terjadinya kecurangan.
Kita sepakat untuk mengadopsi kemajuan teknologi dalam segala bidang termasuk pemilu. Penggunaan sistem e-voting juga seiring dengan semangat menuju dunia tanpa kertas (paperless) yang telah dilakukan di bidang lain.
Namun demikian, sistem e-voting, termasuk yang berbasis blockchain, sepertinya belum bisa diterapkan pada Pemilu 2024. Terdapat banyak kendala mengingat waktunya juga sudah mepet.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) kemungkinan akan kesulitan melakukan pengadaan mesin e-voting yang kemudian harus didistribusikan ke daerah-daerah, sekaligus melatih operatornya.
Kendala klasik lainnya terkait masalah infrastruktur internet. Belum semua daerah memiliki jaringan internet yang memadai.
Kita yakin pemilih akan mudah beradaptasi karena sudah dicoba pada Pilkades 2021 dan terbukti tidak ada kendala dari sisi pemilih.
Tetapi bagaimana dengan keamanan? Beberapa kali kita menyaksikan website lembaga-lembaga pemerintah sukses dijebol hacker.