Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Penyidik Nilai Putusan Dewas KPK Atas Perkara Johanis Tanak Lembek

Kompas.com - 22/09/2023, 14:59 WIB
Syakirun Ni'am,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengkritik sikap Dewan Pengawas (Dewas) lembaga antirasuah yang menyatakan Johanis Tanak tidak terbukti melanggar etik.

Tanak merupakan Wakil Ketua KPK yang diduga melanggar etik karena berkomunikasi dengan Kepala Biro Hukum Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Idris Froyoto Sihite.

Namun, majelis sidang etik Dewas KPK menilai Tanak tak terbukti bersalah lantaran chat yang dikirim dihapus sehingga tidak diketahui isinya.

“Alasan telah dihapus sebelum dibaca sehingga menyadari konflik kepentingan membuat publik menduga bagaimana lunaknya sikap Dewas pada putusan ini,” ujar Praswad dalam keterangan resminya, Jumat (22/9/2023).

Baca juga: Ketika Wakil Ketua KPK Johanis Tanak Hapus Chat dan Lolos dari Jerat Sanksi Etik

Praswad mengatakan, Tanak mengirimkan pesan itu kepada Sihite, salah satu saksi dugaan korupsi tunjangan kinerja (Tukin) di ESDM yang diusut KPK, secara sadar sebelum akhirnya dihapus.

Ia menduga, tindakan itu membuktikan bahwa Tanak sebagai penegak hukum terbiasa berkomunikasi dengan pemangku kewenangan.

Mengenai alasan bahwa komunikasi sudah dilakukan sejak Tanak belum menjadi Wakil Ketua KPK dan Sihite bukanlah tersangka juga menimbulkan persepsi yang berbahaya.

“Apabila digunakan logika tersebut maka berpotensi setiap insan KPK berhak melakukan komunikasi dengan berbagai pejabat publik selama belum menjadi tersangka,” tutur Praswad.

Baca juga: Dissenting Opinion, Albertina Ho Nilai Wakil Ketua KPK Johanis Tanak Langgar Etik

Padahal, kata Praswad, salah satu cara menjaga independensi KPK adalah membuat jarak komunikasi pribadi dengan orang-orang yang memiliki posisi strategis.

“Publik mempertanyakan pertimbangan yang dilakukan oleh Dewas KPK,” kata Praswad.

Ketua Indonesia Memanggil (IM) 57+ Institute itu juga menyebut putusan Dewas membuktikan bahwa KPK, baik di tingkat pimpinan, organisasi, maupun pengawas sulit dipercaya.

Karena sudah sulit dipercaya, Praswad menjadi ragu apakah lembaga itu masih layak dipertahankan.

“Ketika tidak ada yang dipercaya pada level kepemimpinan maka menjadi relevan pertanyaan apakah KPK memang tetap harus dipertahankan,” ujar Praswad.

Baca juga: Dewas Putuskan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak Tak Terbukti Langgar Etik

Sebelumnya, dua dari tiga anggota Dewas KPK yang menyidangkan perkara Tanak, Harjono dan Syamsuddin Haris memutuskan mantan Jaksa itu tidak terbukti melanggar etik.

Mereka juga menyatakan martabat Tanak dipulihkan.

Alasannya, Tanak dinilai tidak terbukti melakukan komunikasi yang memuat benturan kepentingan lantaran pesannya telah dihapus.

Sementara, pemeriksaan Dewas tidak berhasil mengungkap isi pesan yang dihapus itu.

"Memulihkan hak Terperiksa Sdr. Dr. Yohanes Tanak S.H., M.Hum. dalam kemampuan dan harkat serta martabatnya pada keadaan semula," tutur Harjono dalam sidang, Kamis (21/9/2023).

Berbeda dengan Syamsuddin dan Harjono, anggota Dewas KPK lainnya, Albertina Ho menyatakan dissenting opinion atau pandangan yang berbeda.

Menurut dia, Tanak terbukti bersalah tidak memberitahu pimpinan KPK lain bahwa ia berkomunikasi dengan Sihite dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

Albertina juga menilai tindakan Tanak menghapus chat itu karena ia menyadari isi pesannya memuat benturan kepentingan.

“Menimbang, bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan tersebut di atas Terperiksa telah terbukti secara sah dan meyakinkan tidak memberitahukan kepada sesama pimpinan,” kata Albertina.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

INA Digital Bakal Akomodasi Program Makan Siang Gratis Prabowo

INA Digital Bakal Akomodasi Program Makan Siang Gratis Prabowo

Nasional
PAN Tak Gentar jika PDI-P Usung Ahok di Pilgub Sumut

PAN Tak Gentar jika PDI-P Usung Ahok di Pilgub Sumut

Nasional
PN Jaksel Kabulkan Pencabutan Gugatan Praperadilan Sekjen DPR

PN Jaksel Kabulkan Pencabutan Gugatan Praperadilan Sekjen DPR

Nasional
Jadi Saksi TPPU SYL, Bos Maktour: Saya Pelayan Allah, Wajib Layani Siapa Pun yang Datang

Jadi Saksi TPPU SYL, Bos Maktour: Saya Pelayan Allah, Wajib Layani Siapa Pun yang Datang

Nasional
Jokowi Panggil Nadiem Makarim ke Istana, Bahas UKT Mahal

Jokowi Panggil Nadiem Makarim ke Istana, Bahas UKT Mahal

Nasional
INA Digital Mulai Operasi September 2024, Prioritaskan 9 Layanan

INA Digital Mulai Operasi September 2024, Prioritaskan 9 Layanan

Nasional
Jampidsus Dilaporkan ke KPK atas Dugaan Korupsi Lelang Barang Rampasan Negara

Jampidsus Dilaporkan ke KPK atas Dugaan Korupsi Lelang Barang Rampasan Negara

Nasional
Sindir Kementerian yang Punya 5.000 Aplikasi, Jokowi: Ruwet, Perlu Kita Setop

Sindir Kementerian yang Punya 5.000 Aplikasi, Jokowi: Ruwet, Perlu Kita Setop

Nasional
Entaskan Defisit Protein Hewani Daerah Pelosok, Dompet Dhuafa Kenalkan Program Tebar Hewan Kurban di Kurbanaval Goes To Hypermart

Entaskan Defisit Protein Hewani Daerah Pelosok, Dompet Dhuafa Kenalkan Program Tebar Hewan Kurban di Kurbanaval Goes To Hypermart

Nasional
Tanggapi Keluhan Ikang Fawzi soal Layanan, Dirut BPJS: Jangan Digeneralisir, Saat Itu Lagi Perbaikan

Tanggapi Keluhan Ikang Fawzi soal Layanan, Dirut BPJS: Jangan Digeneralisir, Saat Itu Lagi Perbaikan

Nasional
Kabulkan Eksepsi Gazalba Saleh, Hakim: Jaksa KPK Bisa Ajukan Lagi

Kabulkan Eksepsi Gazalba Saleh, Hakim: Jaksa KPK Bisa Ajukan Lagi

Nasional
Ada 27.000 Aplikasi Milik Pemerintah, Jokowi: Tidak Terintegrasi dan Tumpang Tindih

Ada 27.000 Aplikasi Milik Pemerintah, Jokowi: Tidak Terintegrasi dan Tumpang Tindih

Nasional
Kabulkan Eksepsi Gazalba Saleh, Hakim: KPK Tak Dapat Delegasi dari Jaksa Agung

Kabulkan Eksepsi Gazalba Saleh, Hakim: KPK Tak Dapat Delegasi dari Jaksa Agung

Nasional
Jajak Pendapat Litbang 'Kompas', Hanya 18 Persen Responden yang Tahu UU MK Sedang Direvisi

Jajak Pendapat Litbang "Kompas", Hanya 18 Persen Responden yang Tahu UU MK Sedang Direvisi

Nasional
Caleg PKS Aceh Tamiang Berstatus Buron Kasus Narkoba, Sempat Kabur 3 Minggu

Caleg PKS Aceh Tamiang Berstatus Buron Kasus Narkoba, Sempat Kabur 3 Minggu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com