JAKARTA, KOMPAS.com - Semakin dekatnya masa pendaftaran bakal calon presiden dan calon wakil presiden oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebaiknya menjadi momentum bagi Partai Demokrat, supaya segera menentukan kepada siapa akan memberikan dukungan politik.
Sebab jika partai yang dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terlambat mengambil langkah maka bakal berdampak negatif terhadap mereka dalam Pemilu 2024.
"Karena bila terlambat menentukan pilihan politiknya, Demokrat akan kembali kehilangan momentum politik sebagaimana 2 pilpres sebelummya," kata Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro saat dihubungi pada Sabtu (9/9/2023).
Menurut Agung, semua poros yang ada saat ini yakni Koalisi Indonesia Maju (KIM) dan koalisi PDI-P, berpeluang bekerja sama setelah Demokrat mereka angkat kaki dari Koalisi Perubahan dan Persatuan (KPP).
Alasan Demokrat memutuskan keluar dari KPP karena merasa dikhianati oleh Partai Nasdem yang dianggap secara sepihak membuat kesepakatan dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Baca juga: Demokrat Akui Sandiaga Uno Pernah Ajak Bentuk Koalisi Bersama
Selain itu, Nasdem juga memasangkan bakal capres Anies Baswedan dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin).
Demokrat juga merasa dikhianati karena sebelumnya Anies sudah berjanji akan mengajak AHY menjadi pasangan bakal capres-cawapres. Alhasil partai berlambang bintang Mercy itu juga mencabut dukungan dari Anies.
Sedangkan PKB memutuskan keluar dari koalisi partai politik pendukung bakal capres Ganjar Pranowo.
Agung mengatakan, bila yang diangkat adalah konteks sejarah, maka potensi Demokrat merapat ke KIM lebih besar daripada ke Koalisi PDI-P.
Penyebabnya terdapat konflik pribadi antara Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat sekaligus Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri, akibat persaingan politik dalam Pilpres 2004 dan 2009.
Baca juga: Bakal Temui Puan Maharani, Demokrat: Tunggu Tanggal Mainnya
Saat itu SBY yang berada dalam kabinet memutuskan maju sebagai capres dan bersaing dengan Mega.
Pasangan Mega-Hasyim Muzadi kalah dari SBY-Jusuf Kalla pada Pilpres 2004.
Mega kembali mencoba bersaing dengan SBY pada Pilpres 2009. Mega yang berpasangan dengan Prabowo Subianto kalah dari SBY-Boediono.
Meski hubungan SBY dan Mega tidak harmonis, tetapi menurut Agung jika dilihat dari konteks politik saat ini maka peluang koalisi antara Demokrat dan PDI-P masih terbuka.
"Ada konteks politis yang bisa dijadikan dasar untuk mengubah peta politik sekaligus narasi di publik, bahwa saat PDI-P dan Demokrat bersama terwujud rekonsiliasi nasional yang diharapkan bisa merekatkan kohesi sosial di antara sesama anak bangsa," ujar Agung.
Baca juga: Demokrat Ungkap Rencana Bertemu Prabowo Dalam Waktu Dekat
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.