Jika strategi itu luput dijalankan, Agung menilai kandidat bakal capres-cawapres tidak akan maksimal meraih dukungan NU, termasuk partai pengusung mereka.
Agung mengambil contoh pada Pilpres 2004. Saat itu Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri berpasangan dengan mendiang mantan Ketua Umum PBNU KH. Hasyim Muzadi.
Dalam Pilpres 2004, pasangan Mega-Hasyim kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla. Salah satu hal ditengarai menjadi faktor kekalahan Mega-Hasyim adalah pendekatan yang mereka lakukan kurang menyeluruh.
Meski tim pemenangan Mega-Hasyim merasa yakin mereka bisa menggunakan pengaruh Hasyim sebagai tokoh NU buat mendulang suara secara struktural, tetapi ternyata justru SBY-JK yang meraih suara dari kelompok kultural NU.
Kelompok NU kultural adalah masyarakat dan pendukung NU yang tidak mengidentikkan dengan struktur kelembagaan ataupun pengaruh pemuka agama.
Baca juga: Bertemu Jokowi di Istana, Ketum PBNU: Tak Ada soal Politik, Cuma Guyon-guyon
"Menimbang di masa itu, faktor elektabilitas kurang diakomodasi di sisi cawapres. Sehingga pemilihan cawapres berelektabilitas dan strategi pemenangan melalui blusukan yang intensif menjadi prioritas," papar Agung.
Maka dari itu, Agung menilai pertarungan dalam Pilpres utamanya adalah persaingan figur yang tidak sebatas ketika koalisi partai mampu memastikan tiket pilpres.
"Atau siapa king-queen makers di belakang capres-cawapres yang maju," ucap Agung.
Hal lainnya adalah, kata Agung, dalam pemilihan bakal cawapres, figur yang mampu mewakili NU secara struktural dan kultural menjadi penting.
Agung menilai, jika dilihat dari faktor itu, maka kemungkinan Erick bakal tersisih, meski dia masuk ke dalam struktur NU.
Baca juga: PBNU Bilang Tak Ada Arahan Jokowi untuk Mendukung Capres Tertentu
Sedangkan sosok seperti Khofifah, Mahfud MD, Yenny, dan sederet nama lainnya dinilai lebih mampu merepresentasikan citra struktural-kultural lebih relevan.
"Karena nama-nama seperti Khofifah, Mahfud, dan Yenny selama ini memang lahir dan dibesarkan oleh NU," kata Agung.
(Penulis : Tatang Guritno | Editor : Ihsanuddin)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.