JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat bakal menggelar sidang putusan perkara mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan (DP2) pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Angin Prayitno Aji, Senin (21/8/2023) ini.
Angin Prayitno merupakan terdakwa kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan gratifikasi terkait pengurusan pajak di Ditjen Pajak.
"Untuk putusan," demikian agenda sidang yang dimuat di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, Senin pagi.
Berdasarkan agenda, putusan perkara Angin Prayitno digelar di Ruang Sidang Kusuma Atmadja PN Tipikor Jakarta pada pukul 10.00 WIB.
Baca juga: Dituntut 9 Tahun Penjara, Angin Prayitno Aji: Zalim!
Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Angin Prayitno Aji selama sembilan tahun penjara.
Eks Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak itu dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum telah menerima gratifikasi dan melakukan TPPU.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Angin Prayitno Aji dengan pidana penjara selama 9 tahun,” kata Jaksa KPK dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (27/6/2023).
Selain pidana badan, Angin Prayitno juga dijatuhi pidana denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara. Eks pejabat Ditjen Pajak ini juga dijatuhi pidana tambahan berupa pidana pengganti sebesar Rp 29.505.167.100.00.
Baca juga: Angin Prayitno Dituntut 9 Tahun Penjara di Kasus Gratifikasi dan TPPU
“Apabila terdakwa tidak membayar dalam waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka harta benda dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk mengganti uang pengganti tersebut,” kata Jaksa.
“Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun,” ucapnya.
Terkait kasus ini, Angin Prayitno Aji disebut telah menerima gratifikasi Rp 29.505.167.100 atau Rp 29,5 miliar dari 6 perusahaan dan 1 perorangan.
Jaksa Komisi Antirasuah mengungkapkan, ada tujuh pihak yang memberi gratifikasi kepada Angin Prayitno merupakan para wajib pajak.
Menurut Jaksa KPK, saat menjabat sebagai Direktur P2, Angin Prayitno mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan wajib pajak.
Ia memerintahkan bawahannya, Kasubdit dan Supervisor Tim Pemeriksa Pajak untuk menerima fee dari para wajib pajak yang diperiksa Tim Pemeriksa Pajak.
Kemudian, fee yang diperoleh itu dibagikan untuk pejabat struktural dengan jatah terbesar untuk Angin Prayitno dan para kasubdit, yakni 50 persen.
Sementara itu, 50 persen sisanya dibagikan kepada Tim Pemeriksa. Adapun anggota Tim Pemeriksa itu antara lain Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrian.
Mereka kemudian memeriksa para wajib pajak bersama Kepala Sub Direktorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak tahun 2016-2019.
Angin Prayitno, Dadan Ramdani, dan anggota Tim Pemeriksa diduga menerima fee dari 6 perusahaan dan 1 perorangan wajib pajak.
Perusahaan itu antara lain, PT Rigunas Agri Utama (PT RAU), CV Perjuangan Steel, PT Indolampung Perkasa, PT Esta Indonesia, Ridwan Pribadi (perorangan), PT Walet Kembar Lestari, dan PT Link Net.
Di sisi lain, Angin Prayitno diduga mengubah bentuk uang hasil tindak pidana korupsinya sebesar Rp 44 miliar menjadi 101 bidang tanah dan bangunan, 1 apartemen, dan 1 mobil.
Hal itu dilakukan dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diduga diterima dari hasil tindak pidana korupsi.
Atas perbuatannya, Angin dinilai terbukti melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Ia juga dinilai Jaksa KPK terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Ditemui Kompas.com usai persidangan, Angin Prayitno enggan mengomentari dalil-dalil tuntutan Jaksa KPK.
Namun, eks pejabat Ditjen Pajak ini menilai tuntutan yang dijatuhkan Jaksa KPK terhadap dirinya tidak adil.
“(Tuntutan jaksa KPK) zalim,” ucapnya kepada Kompas.com sambil berjalan menuju mobil tahanan.
Usai pembacaan surat tuntutan ini, Angin Prayitno Aji dan tim penasihat hukumnya pun diberikan kesempatan membacakan pembelaan atau pleidoi pada 18 Juli 2023 lalu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.