JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan (DP2) pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan Angin Prayitno Aji menilai, tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak adil atau zalim.
Hal itu disampaikan Angin Prayitno Aji usai mendengarkan tuntutan Jaksa KPK yang meminta Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menjatuhkan pidana selama sembilan tahun penjara.
Angin Prayitno dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan gratifikasi terkait pengurusan pajak di Ditjen Pajak.
“(Tuntutan jaksa KPK) zalim!” ucapnya sambil keluar dari ruang sidang Prof Muhammad Hatta Ali PN Tipikor Jakarta, Selasa (27/6/2023).
Baca juga: Angin Prayitno Dituntut 9 Tahun Penjara di Kasus Gratifikasi dan TPPU
Selain pidana badan, Angin Prayitno juga dijatuhi pidana denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara. Eks pejabat Ditjen Pajak ini juga dijatuhi pidana tambahan pidana pengganti sebesar Rp 29.505.167.100.00.
Dalam kasus ini, Angin Prayitno Aji disebut telah menerima gratifikasi Rp 29.505.167.100 atau Rp 29,5 miliar dari 6 perusahaan dan 1 perorangan.
Jaksa Komisi Antirasuah mengungkapkan, ada tujuh pihak yang memberi gratifikasi kepada Angin Prayitno. Mereka merupakan para wajib pajak.
Menurut Jaksa KPK, saat menjabat sebagai Direktur P2, Angin Prayitno mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan wajib pajak.
Ia memerintahkan bawahannya, Kasubdit dan Supervisor Tim Pemeriksa Pajak untuk menerima fee dari para wajib pajak yang diperiksa Tim Pemeriksa Pajak.
Kemudian, fee yang diperoleh itu dibagikan untuk pejabat struktural dengan jatah terbesar untuk Angin Prayitno dan para kasubdit, yakni 50 persen.
Sementara itu, 50 persen sisanya dibagikan kepada Tim Pemeriksa. Adapun anggota Tim Pemeriksa itu antara lain Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar, dan Febrian.
Mereka kemudian memeriksa para wajib pajak bersama Kepala Sub Direktorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak tahun 2016-2019.
Angin Prayitno, Dadan Ramdani, dan anggota Tim Pemeriksa diduga menerima fee dari 6 perusahaan dan 1 perorangan wajib pajak.
Baca juga: Angin Prayitno Aji Sebut Kenal dengan Rafael Alun, Tak Tahu Ada “Geng” di Ditjen Pajak
Perusahaan itu antara lain, PT Rigunas Agri Utama (PT RAU), CV Perjuangan Steel, PT Indolampung Perkasa, PT Esta Indonesia, Ridwan Pribadi (perorangan), PT Walet Kembar Lestari, dan PT Link Net.
Di sisi lain, Angin Prayitno diduga mengubah bentuk uang hasil tindak pidana korupsinya sebesar Rp 44 miliar menjadi 101 bidang tanah dan bangunan, 1 apartemen, dan 1 mobil.
Hal itu dilakukan dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diduga diterima dari hasil tindak pidana korupsi.
Atas perbuatannya, Angin dinilai terbukti melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Ia juga dinilai Jaksa KPK terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Usai pembacaan surat tuntutan ini, Angin Prayitno Aji dan tim penasihat hukumnya diberikan waktu untuk membacakan pembelaan atau pleidoi pada 18 Juli 2023 mendatang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.