JAKARTA, KOMPAS.com - Gugatan terkait usia minimum calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) kembali masuk ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Padahal, saat ini, MK masih menangani 3 gugatan sejenis yang telah lebih dulu dilayangkan atas Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, berkaitan dengan syarat usia minimum capres-cawapres 40 tahun.
Gugatan terbaru itu salah satunya berasal dari 2 mahasiswa yang kampusnya sama-sama terletak di Solo, Jawa Tengah, yakni Arkaan Wahyu dari Universitas Sebelas Maret (UNS) dan Almas Tsaqibbirru dari Universitas Surakarta (Unsa).
Baca juga: Soal Batas Usia Cawapres, Gibran: Partai Menolak, Saya Menolak
Perkara itu belum teregister secara resmi di MK, tetapi tercatat dalam akta pengajuan permohonan pemohon (AP3) dengan nomor 86/PUU/PAN.MK/AP3/08/2023.
Keduanya meminta MK mengubah bunyi pasal tersebut dengan mengganti batas usia 40 tahun menjadi 21 tahun.
Selain gugatan Arkaan dan Almas, terdapat 4 gugatan sejenis lainnya yang diajukan pada Senin (7/8/2023).
Gugatan dengan AP3 bernomor 90/PUU/PAN.MK/AP3/08/2023 diajukan oleh warga Kota Bekasi bernama Guy Rangga Boro, yang juga meminta usia minimum capres-cawapres capres-cawapres turun ke 21 tahun.
Gugatan dengan AP3 bernomor 88/PUU/PAN.MK/AP3/08/2023 diajukan oleh calon advokat bernama Melisa Mylitiachristi Tarandung yang meminta MK menurunkan usia minimum capres-cawapres ke 25 tahun.
Baca juga: PSI Harap Aturan Batas Usia Minimal Capres-Cawapres Jadi 35 Tahun Berlaku pada Pemilu 2024
Kemudian, gugatan dengan AP3 bernomor 89/PUU/PAN.MK/AP3/08/2023 yang diajukan oleh warga Kota Depok, Riko Andi Sinaga yang juga meminta batas usia capres-cawapres diturunkan menjadi 25 tahun.
Lalu, gugatan dengan AP3 bernomor 91/PUU/PAN.MK/AP3/08/2023 yang diajukan oleh perseorangan bernama Hite Badenggan Lumbantoruan.
Ia juga meminta MK menurunkan batas usia capres-cawapres menjadi 25 tahun.
Dengan 5 gugatan yang belum teregister itu, MK akan menangani 8 perkara uji materi terkait usia minimum capres-cawapres.
Padahal, dalam berbagai kesempatan sidang pemeriksaan di 3 perkara yang sedang ditangani, MK sudah mengungkapkan bahwa persoalan ini bukan ranah mereka, melainkan pembentuk undang-undang.
Terlebih, MK pernah menyatakan sikap bahwa persoalan semacam ini memang bukan ranah kewenangan mereka.
Hal itu tampak dalam pertimbangan Putusan MK Nomor 15/PUU-V/2007 dan 58/PUU-XVII/2019, yang pada intinya menegaskan bahwa batas usia pejabat publik adalah ranah pembentuk undang-undang (open legal policy). Konstitusi UUD 1945 tidak mengatur sama sekali batasan-batasan itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.