Namun, sebelum ditetapkan sebagai anggota legislatif terpilih, Nazarudin Kiemas meninggal dunia. Anehnya, Harun yang menduduki urutan keenam justru diajukan PDI-P menggantikan Nazaruddin.
Padahal, mestinya kursi Nazarudin digantikan oleh calon anggota legislatif (caleg) yang mendapat suara terbanyak kedua yakni Riezky Aprilia.
Belakangan, terungkap bahwa Harun menyuap Wahyu Setiawan Rp 600 juta untuk bisa menjadi anggota dewan.
Baca juga: Polri Sebut Bisa Saja Harun Masiku Berada di Luar Negeri jika Ubah Identitas
Begitu kasus ini mencuat, perhatian publik juga tertuju ke PDI-P, partai politik tempat Harun bernaung. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto mengakui, partainya merekomendasikan nama Harun untuk menggantikan Nazarudin Kiemas sebagai anggota legislatif pada Pemilu 2019 melalui proses pergantian antarwaktu (PAW).
"Dia (Harun Masiku) sosok yang bersih. Kemudian, di dalam upaya pembinaan hukum selama ini cukup baik ya track record-nya," kata Hasto ketika dijumpai wartawan di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta, Kamis (9/1/2020).
Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 57 P/HUM/2019, lanjut Hasto, partainya memiliki kewenangan menentukan pengganti anggota legislatif terpilih yang meninggal dunia. Hasto mengaku, dalam merekomendasikan nama Harun, PDI-P berpegang pada aturan tersebut.
"Proses penggantian itu kan ada keputusan dari Mahkamah Agung. Ketika seorang caleg meninggal dunia, karena peserta pemilu adalah partai politik, maka putusan MA menyerahkan hal tersebut (pengganti) kepada partai," ujarnya.
Ketua KPU saat itu, Arief Budiman mengungkap, PDI-P tiga kali mengirimkan surat permohonan ke KPU untuk memuluskan Harun Masiku jadi anggota DPR pengganti Nazarudin Kiemas.
"Jadi KPU menerima surat dari DPP PDI Perjuangan sebanyak tiga kali. Surat pertama, terkait putusan atau permohonan pelaksanaan putusan Mahkamah Agung (MA), (surat ini) tertanggal 26 Agustus 2019," ujar Arief saat jumpa pers di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020).
Berdasarkan putusan MA pada 19 Juli 2019 itu, PDI-P selaku partai pengusung merupakan penentu suara dan pengganti antar-waktu. Putusan MA inilah yang menjadi dasar bagi PDI-P berkirim surat ke KPU agar Harun Masiku ditetapkan sebagai pengganti Nazaruddin.
Menurut Arief, atas surat pertama ini, KPU sudah menjawab dengan menyatakan tidak dapat menjalankan putusan MA itu.
Sementara, surat kedua tertanggal 13 September 2019 dikirimkan PDI-P pada 27 September 2019. Surat itu berupa permintaan fatwa ke MA yang ditembuskan ke KPU.
Oleh karena surat tersebut berupa tembusan, KPU memutuskan tidak memberikan balasan.
Baca juga: Polri Pastikan Harun Masiku Masih Warga Negara Indonesia
"Kemudian, MA mengeluarkan surat atau fatwa tertanggal 23 September 2019. Nah berdasarkan surat atau fatwa MA ini, DPP PDI Perjuangan mengirimkan permohonan lagi kepada KPU dengan surat tertanggal 6 Desember 2019 yang diterima oleh KPU pada 18 Desember 2019," ujar Arief.
Surat inilah yang disebut KPU sebagai surat ketiga dari DPP PDI Perjuangan. Surat ketiga itu dijawab KPU pada 7 Januari 2020 yang isinya kurang lebih sama dengan balasan untuk surat pertama.