JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat pertahanan Anton Aliabbas menilai rencana nota kesepahaman (MoU) antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI penting, buat menjadi landasan penanganan pelanggaran hukum dilakukan personel militer ditugaskan di instansi sipil atau kementerian/lembaga.
Anton yang juga Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Universitas Paramadina mengatakan, kesepakatan berupa nota kesepahaman perlu dibuat kedua institusi itu, guna menghindari polemik penanganan dugaan suap eks Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfianto dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas RI Letkol Adm Afri Budi Cahyanto terulang.
Menurut dia, polemik seperti itu bisa kembali terjadi karena sampai saat ini Undang-Undang Peradilan Militer tak kunjung direvisi.
"Mengingat UU Peradilan militer belum direvisi maka ada baiknya kerja sama antara KPK dan TNI bisa lebih terlembaga. Hal ini untuk menghindari terjadinya insiden serupa di masa mendatang," kata Anton saat dihubungi pada Selasa (1/8/2023).
Baca juga: KPK Sebut Pembahasan MoU dan Tim Koneksitas Kasus Kabasarnas Tunggu Jadwal Panglima TNI
Menurut Anton, bentuk pelembagaan di antara kedua institusi itu bersifat temporer sampai terdapat UU Peradilan Militer yang baru.
Anton juga berharap pelembagaan itu kelak dapat mengatur mekanisme ataupun standar prosedur operasional (SOP) yang menjadi pegangan di dua instansi jika terdapat pelanggaran hukum dalam ranah korupsi dilakukan personel TNI yang ditugaskan di instansi sipil.
Akan tetapi, Anton juga mengingatkan supaya bentuk kesepakatan itu tidak membuat seolah-olah TNI mendapat perlakuan khusus di hadapan hukum jika melakukan tindak pidana.
"Tentu saja jangan sampai pelembagaan ini membuka ruang dan anggapan bahwa TNI menjadi lebih spesial dibanding instansi lain. Langkah ini hanya untuk memastikan penindakan kasus korupsi yang ditangani KPK tidak melanggar hukum," ujar Anton.
Baca juga: TB Hasanuddin: Proses Hukum Kabasarnas agar Berjalan Terbuka, Solusinya Peradilan Koneksitas
Penyidik Puspom TNI kemarin, Senin (31/7/2023), menetapkan Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka dugaan suap sejumlah proyek pengadaan di Basarnas.
Keduanya pun langsung ditahan di instalasi tahanan militer Puspom TNI Angkatan Udara di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Mereka juga bakal diadili di pengadilan militer.
Kasus dugaan suap itu terungkap setelah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 25 Juli 2023.
Saat itu Afri menjadi salah satu pihak yang ditangkap karena diduga menerima uang suap sebesar lebih dari Rp 900 juta terkait proyek di Basarnas.
Baca juga: Dugaan Suap Kabasarnas Bisa Ditangani Koneksitas jika TNI Legawa atau Ada Perintah Presiden
Penanganan perkara Henri dan Afri sempat menjadi problem antara KPK dan Puspom TNI. Setelah operasi penangkapan itu, KPK sempat mengundang penyidik Puspom TNI dalam gelar perkara (ekspos).
Dalam ekspos itu disepakati terdapat bukti yang cukup atas dugaan suap dan penanganan terhadap Henri dan Afri diserahkan kepada Puspom TNI.
Henri dan Afri diduga menerima suap sampai Rp 88,3 miliar dari sejumlah proyek pengadaan di Basarnas.