Berangkat dari pendapat Hatta tersebut, ketiganya berdiskusi soal rumusan kalimat untuk menuangkan ide “gagasan pemindahan kekuasaan”.
Inilah sebabnya dalam naskah tulisan tangan Prokamasi terdapat coretan-coretan.
Akhirnya, disepakati kalimat “Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya” sebagai kalimat kedua teks Proklamasi.
Teks tersebut lantas disampaikan Soekarno di hadapan orang-orang yang hadir di rumah Laksamana Maeda.
Di ruangan besar bagian depan rumah tersebut telah berkumpul para anggota “Badan Persiapan Kemerdekaan”, sejumlah pemuda, dan beberapa orang lainnya.
Beberapa anggota Badan Persiapan Kemerdekaan yang hadir di antaranya, Radjiman Wedyodiningrat, Soepomo, Sam Ratulangi, Latuharhary, Boentaran Martoatmodjo, dan Iwa Kusumasumantri.
Sedangkan dari kelompok muda, di antaranya hadir Sukarni, Chaerul Saleh, dan BM Diah.
Baca juga: Kisah Naskah Proklamasi, Mesin Tik Pinjaman Perwira Nazi, dan Draf yang Terbuang
“Sekarang kita sudah memiliki rencana naskahnya. Dan saya harap Saudara-saudara sekalian dapat menyetujuinya, sehingga kita dapat melangkah lebih lanjut dan menjelaskan soal ini sebelum fajar menyingsing,” kata Soekarno.
Dengan sangat perlahan, Soekarno membacakan teks Proklamasi dari kertas yang dia genggam, sehingga setiap orang di ruangan bisa mendengar kata demi kata.
Rupanya, Sukarni, perwakilan kelompok muda, mendebat naskah tersebut. Katanya, teks itu tidak berjiwa revolusioner, terlalu lemah dan lembek.
Oleh Sukarni, naskah Proklamasi dianggap tidak menegaskan tekad kuat bangsa Indonesia untuk mengakhiri penjajahan Jepang.
Seharusnya, menurut dia, teks Proklamasi mencerminkan ambisi untuk memproklamirkan kemerdekaan tanpa bergantung pada Jepang, melainkan atas kehendak rakyat sendiri.
“Saya tidak setuju dengan kalimat kedua. Karena saya tidak percaya bahwa Jepang mau memindahkan kekuasaan kepada kita dengan sukarela. Kita harus merebutnya dari tangan mereka!” seru Sukarni.
“Semangat bangsa Indonesia yang terinjak-injak dan kini memberontak terhadap penjajahan Belanda berabad-abad lamanja dan penjajahan Jepang selama 3,5 tahun,” tutur Soebardjo.