JAKARTA, KOMPAS.com - Bukan tanpa sebab naskah asli Proklamasi “dihiasi” sejumlah coretan. Rupanya, ada cerita menarik di balik goresan-goresan itu.
Sejarah mencatat, teks Proklamasi lahir dari buah pemikiran Soekarno, Hatta, dan Achmad Soebardjo.
Kalimat pertama yang berbunyi “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia” sengaja dipetik dari bagian terakhir alinea ketiga Pembukaan Undang Undang Dasar 1945.
Alinea ketiga Pembukaan UUD 1945 tersebut berbunyi, “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini, kemerdekaannya”.
Sementara, kalimat kedua teks Proklamasi merupakan gagasan Bung Hatta.
Coretan
Naskah Proklamasi dirumuskan di kediaman Laksamana Maeda yang terletak di Jalan Imam Bonjol Nomor 1 (ketika itu disebut Jalan Miyakodoori), Menteng, Jakarta Pusat.
Jumat, 17 Agustus menuju dini hari, langit masih gelap ketika Soekarno, Hatta, Soebardjo, dan beberapa orang lainnya berkumpul di rumah itu.
Dikisahkan oleh Soebardjo kepada Harian Kompas, 16 Agustus 1969, sebelum menuliskan kalimat pertama teks Proklamasi, Soekarno bertanya ke dirinya mengenai bunyi Pembukaan UUD. Ketika itu, UUD baru berupa rancangan dan belum disahkan.
“Ya, saya ingat, tetapi tidak semua kalimat-kalimat-kalimatnya,” ucap Soebardjo ke Soekarno saat itu.
“Tidak apa, yang kita perlukan hanya frasa yang relevan mengenai Proklamasi, bukan seluruh teks,” jawab Soekarno.
Soebardjo lantas mendiktekan kalimat pertama dalam Pembukaan UUD tersebut, sedangkan Soekarno menulisnya.
Selesai menulis, Soekarno yang saat itu duduk di hadapan Soebardjo membacanya keras-keras.
Hatta yang juga menyimak Soekarno langsung memberikan tanggapan. Katanya, kalimat itu belum cukup mewakilkan deklarasi kemerdekaan.
“Ini tidak cukup, ini pernyataan abstrak tanpa isi. Kita harus merealisasikan dengan konkrit kemerdekaan kita, dan itu tidak dapat kita lakukan tanpa kekuasaan di tangan kita,” ucap Hatta.
“Kita harus menambahnya dengan ide pemindahan kekuasaan dari Jepang ke tangan kita,” lanjutnya.
Inilah sebabnya dalam naskah tulisan tangan Prokamasi terdapat coretan-coretan.
Akhirnya, disepakati kalimat “Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya” sebagai kalimat kedua teks Proklamasi.
Perdebatan
Teks tersebut lantas disampaikan Soekarno di hadapan orang-orang yang hadir di rumah Laksamana Maeda.
Di ruangan besar bagian depan rumah tersebut telah berkumpul para anggota “Badan Persiapan Kemerdekaan”, sejumlah pemuda, dan beberapa orang lainnya.
Beberapa anggota Badan Persiapan Kemerdekaan yang hadir di antaranya, Radjiman Wedyodiningrat, Soepomo, Sam Ratulangi, Latuharhary, Boentaran Martoatmodjo, dan Iwa Kusumasumantri.
Sedangkan dari kelompok muda, di antaranya hadir Sukarni, Chaerul Saleh, dan BM Diah.
“Sekarang kita sudah memiliki rencana naskahnya. Dan saya harap Saudara-saudara sekalian dapat menyetujuinya, sehingga kita dapat melangkah lebih lanjut dan menjelaskan soal ini sebelum fajar menyingsing,” kata Soekarno.
Dengan sangat perlahan, Soekarno membacakan teks Proklamasi dari kertas yang dia genggam, sehingga setiap orang di ruangan bisa mendengar kata demi kata.
Rupanya, Sukarni, perwakilan kelompok muda, mendebat naskah tersebut. Katanya, teks itu tidak berjiwa revolusioner, terlalu lemah dan lembek.
Oleh Sukarni, naskah Proklamasi dianggap tidak menegaskan tekad kuat bangsa Indonesia untuk mengakhiri penjajahan Jepang.
Seharusnya, menurut dia, teks Proklamasi mencerminkan ambisi untuk memproklamirkan kemerdekaan tanpa bergantung pada Jepang, melainkan atas kehendak rakyat sendiri.
“Saya tidak setuju dengan kalimat kedua. Karena saya tidak percaya bahwa Jepang mau memindahkan kekuasaan kepada kita dengan sukarela. Kita harus merebutnya dari tangan mereka!” seru Sukarni.
“Semangat bangsa Indonesia yang terinjak-injak dan kini memberontak terhadap penjajahan Belanda berabad-abad lamanja dan penjajahan Jepang selama 3,5 tahun,” tutur Soebardjo.
Untuk sesaat, pidato Sukarni membangkitkan kesan mendalam di kalangan orang-orang yang hadir di ruangan tersebut.
“Tetapi hanya sesaat. Kita sependapat bahwa justru terlalu banyaklah yang terbengkalai kalau kita hanya terlibat dalam argumentasi argumentasi penuh emosi,” kata Soebardjo.
“Kita sudah mencapai satu hasil penting, persetujuan diam-diam pihak Jepang. Mengapa akan kita lepaskannya lagi hanya karena penggunaan kata-kata yang mungkin dapat mengakibatkan perubahan sikap mereka,” lanjutnya.
Oleh karenanya, meski pendapat Sukarni itu disetujui oleh sejumlah pemuda yang hadir, pada akhirnya, rumusan naskah Proklamasi tak diubah.
Dari tangan dingin Soekarno, Hatta, dan Soebardjo, lahir teks Proklamasi sebagai berikut:
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05.
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta.
Naskah itu dibacakan oleh Soekarno tepat 17 Agustus pukul 10.00 WIB di kediamannya di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta Pusat. Peristiwa ini menandai berakhirnya masa penjajahan di Indonesia dan tegaknya kemerdekaan bangsa.
https://nasional.kompas.com/read/2023/08/01/15540211/kisah-tentang-coretan-coretan-di-teks-proklamasi