Sebab, tambahan kursi dari PKB yang membuatnya bisa memenuhi ambang batas pencalonan presiden. Tanpa ketentuan ambang batas, Prabowo mungkin tak akan pikir panjang sebab elektabilitas Erick Thohir lebih moncer dari Muhaimin.
Baca juga: Jika Ingin Tinggalkan Legacy, Jokowi Ditantang Buat Perppu untuk Hapus Presidential Threshold
Setali tiga uang dengan Golkar. Mereka butuh rekan koalisi untuk dapat mengusung capres pada 2024. Ini membuat Airlangga dianggap harus legawa dalam skema koalisi karena elektabilitasnya kalah jauh dari nama-nama lain.
AHY juga bernasib serupa. Dalam peta koalisi saat ini, peluang terbaiknya hanya menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres) Anies Baswedan yang lebih dulu diumumkan koalisi Nasdem, Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
AHY yang notabene orang nomor satu di parpolnya harus sedikit mengalah dari Anies yang bukan anggota parpol.
Namun, nasib Anies juga belum pasti. Jika salah satu dari Demokrat dan PKS mencabut dukungan, ia otomatis kehilangan tiket maju sebagai capres karena jumlah kursi yang membekingnya tak sampai 20 persen.
Cuma Ganjar Pranowo, bakal capres PDI-P yang bisa tenang menggenggam tiket bakal capres di tangan. Berbekal 22 persen kursi parlemen, partai besutan Megawati Soekarnoputri itu dianggap bebas menentukan peta koalisi.
Baca juga: Siti Zuhro Anggap Parpol Senayan Makan Buah Simalakama Presidential Threshold
Dalam Rapat Paripurna pada 21 Juli 2017, terdapat empat fraksi yang walk out karena menolak ketentuan ini. Mereka adalah Gerindra, Demokrat, PAN, dan PKS yang mendukung dihapusnya ambang batas pencalonan presiden.
Siti berujar, meskipun hanya empat parpol itu yang dulu menolak, kini Golkar, PKB, PPP, dan Nasdem sudah merasakan kesulitan akibat aturan yang mereka setujui enam tahun silam.
Ia memprediksi, selain PDI-P, delapan parpol tersebut akan mengupayakan revisi Pasal 222 UU Pemilu soal ambang batas pencalonan presiden.
"Golkar merasakan, Gerindra merasakan, PKB merasakan, semua partai menengah merasakan, tidak bisa mandiri dia," kata Siti Zuhro.
"Ini yang mungkin ke depan kita mintakan partai politik itu melakukan revisi (ketentuan ambang batas pencalonan presiden), karena kan mereka sendiri sudah merasakan," ujarnya lagi.
Baca juga: Parpol Selain PDI-P Dinilai Perlu Revisi Presidential Threshold Usai Pilpres 2024
Menurutnya, harapan ini cukup realistis karena sulit mengandalkan MK yang sudah 30 kali menolak uji materi ketentuan ini.
Padahal, Siti mengatakan, adanya gugatan sampai 30 kali ini dianggap menandakan bahwa beleid itu memang bermasalah.
"Ambang batas pencalonan pilpres itu sangat tidak relevan, tidak signifikan, dan tidak urgen untuk kita laksanakan. Tidak punya landasan hukumnya, dan dampaknya sangat buruk terhadap Indonesia," kata Siti.
"Insya Allah segera setelah Pemilu 2024, akan ada revisi paket undang-undang politik ini, termasuk juga Undang-undang tentang Partai Politik," ujarnya melanjutkan.
Baca juga: Mengapa Presidential Threshold Dipertahankan padahal Dinilai Tak Relevan dengan Pemilu Serentak?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.