Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisruh Kasus Kepala Basarnas: Revisi UU Peradilan Militer dan Evaluasi Prajurit Duduki Jabatan Sipil

Kompas.com - 01/08/2023, 07:34 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi akhirnya ditetapkan oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI sebagai tersangka dugaan suap proyek di lingkungan Basarnas, Senin (31/7/2023).

Selain Henri Alfiandi, Puspom TNI juga menetapkan Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka.

Penetapan tersangka oleh Puspom TNI ini hanya berjarak beberapa waktu sejak kisruh penanganan kasusnya.

Sebelumnya, Henri Alfiandi dan Afri sudah ditetapkan tersangka oleh KPK setelah lembaga antirasuah itu melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (25/7/2023).

Baca juga: Kepala Basarnas Ditetapkan Tersangka dan Janji TNI Tutup Celah bagi Koruptor

Namun, Puspom TNI menilai Henri dan Afri yang berstatus prajurit aktif seharusnya diproses hukum oleh mereka, bukan oleh KPK, kendati jabatan Basarnas adalah jabatan sipil.

Usai menyampaikan permintaan maaf untuk Panglima TNI, KPK akhirnya menyerahkan penanganan kasus yang menjerat Henri dan Afri ini ke Puspom TNI.

Hanya saja, KPK menggarisbawahi perihal pentingnya membuat tim koneksitas KPK-TNI dalam penanganan perkara tersebut.

Mau jabatan sipil, ogah ditindak sipil

Sikap Puspom TNI mengacu pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang mengatur bahwa pihak yang berwenang mengusut kasus hukum prajurit aktif hanyalah oditur militer, walaupun tindak pidana itu dilakukan di ranah sipil.

Padahal, Pasal 47 ayat (3) Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (UU TNI) mengatur, prajurit aktif yang duduk di beberapa lembaga sipil yang diperbolehkan, termasuk Basarnas, harus tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan itu.

Pasal 65 ayat (2) UU TNI juga menegaskan bahwa prajurit hanya tunduk kepada kekuasaan peradilan militer "dalam hal pelanggaran hukum pidana militer" dan harus dibawa ke peradilan umum jika melakukan tindak pidana umum.

Kemudian, Pasal 42 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menegaskan bahwa lembaga antirasuah itu adalah pihak yang "berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum".

Baca juga: TNI Bantah Intimidasi Pimpinan KPK Terkait Kasus Dugaan Suap di Basarnas

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan, di dalam dunia hukum, terdapat adagium bahwa peraturan yang baru harus lebih diutamakan ketimbang yang lama.

Oleh karenanya, dalam hal pengusutan kasus korupsi yang dilakukan prajurit, UU Peradilan Militer dapat dikesampingkan dibandingkan UU TNI dan UU KPK yang terbit lebih anyar.

"Kalau yang dilanggar pidana sipil, ya harusnya semua orang kan sama di hadapan hukum, harusnya tidak boleh ada pembedaan," kata pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) itu ketika ditemui Kompas.com, Senin.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid mengatakan, sikap TNI yang eksklusif dinilai sebagai kemunduran. Sebab, mereka bukan lagi unsur istimewa sejak Reformasi yang mengamanatkan supremasi sipil.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com