Effendi Simbolon dan Budiman Sujatmiko, setelah bertemu dengan Prabowo, justru melemparkan pernyataan suportif kepada calon presiden dari Partai Gerindra tersebut.
Sekalipun berkali-kali dibantah oleh DPP PDIP, peristiwa tersebut sudah terjadi dan sangat jelas memperlihatkan ketidaksolidan di dalam partai berlambang Banteng moncong putih tersebut.
Karena pernyataan kedua tokoh tersebut bukanlah pernyataan diplomatis abu-abu, tapi jelas-jelas pernyataan dukungan kepada Prabowo sebagai presiden yang katanya paling sesuai dengan kondisi Indonesia saat ini.
Memang, PDIP sedang bekerja di level elite untuk merangkul elite-elite dari partai politik lain, seperti bertemu dengan petinggi Partai Golkar dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Namun yang dilakukan PDIP adalah langkah politik yang juga dilakukan oleh partai politik lain. Belum terlihat strategi politik praktis untuk membendung pergerakan politik Prabowo yang terus berusaha mencuri kantong suara pemilih Jokowi dan PDIP.
Pun belum terlihat kerja-kerja politik lapangan yang meyakinkan dari kader-kader akar rumput PDIP untuk Ganjar Pranowo, semasif dan semilitan yang dilakukan oleh pendukung-pendukung Prabowo.
Dan terakhir, masalah keempat adalah kekurangsiapan relawan-relawan Ganjar Pranowo. Hal ini sangat bisa dipahami, karena pada awalnya publik beranggapan bahwa Ganjar akan mewarisi barisan Relawan Jokowi yang memang sudah teruji kerja politiknya. Boleh jadi pihak Ganjar pun sempat berharap demikian.
Namun kenyataannya, Ganjar harus memulai dari nol. Tidak ada tanda-tanda relawan-relawan kelas satu Jokowi akan bermigrasi segera untuk mendukung Ganjar.
Walhasil, Ganjar harus membentuk relawan sendiri sedari awal, dalam rentang waktu yang sangat pendek. Tentu hasilnya belum akan terasa secara maksimal, karena memulai dari nol bukanlah sebuah perkara mudah.
Namun, dari semua persoalan dan tantangan di atas, menurut saya, ada satu hal penting yang menarik perhatian saya.
Walaupun Ganjar "diterlantarkan" secara politik oleh Jokowi, walaupun ekspansi pergerakan politik Prabowo cukup masif, walaupun mesin politik pendukung Ganjar belum bekerja secara maksimal, walaupun relawan Ganjar sendiri belum bekerja optimal, nyatanya Prabowo hanya mampu unggul dari Ganjar Pranowo di survei-survei yang ada sekitar 3 persen saja.
Artinya, Ganjar Pranowo memang memiliki popularitas, akseptabilitas, dan elektabilitas yang layak diandalkan.
Artinya lagi, peluang kemenangan Prabowo tak sebesar yang digembar-gemborkan para pendukungnya karena dengan upaya-upaya politik terstruktur yang telah dilakukan selama beberapa bulan ini, suara Prabowo hanya mampu mengungguli Ganjar sekitar 3 persen.
Tentu sangat bisa dibayangkan jika Ganjar, PDIP, Koalisi Partai pendukung, dan barisan relawan sudah mulai melakukan kerja politik secara maksimal, saya yakin suara dan elektabilitas Ganjar akan kembali ke jalur yang semestinya, yakni di atas elektabilitas Prabowo Subianto dengan jarak yang cukup untuk memenangkan kontestasi.
Raihan elektabilitas Ganjar yang tetap "moncer" tersebut, meskipun diterjang intrik-intrik politik kawan dan lawan, saya yakin, adalah buah dari kerja politik nyata Ganjar selama ini.
Dari konstelasi politik di atas yang cenderung menyudutkan Ganjar, sangat bisa dipahami mengapa beliau akhirnya fokus menggunakan media sosial sebagai instrumen untuk menyapa pemilihnya secara langsung. Hanya media sosial yang akhirnya benar-benar efektif untuk menyampaikan siapa dan apa yang dikerjakan Ganjar selama ini.
Dengan kata lain, bagi Ganjar, media sosial bukanlah media pencitraan, tapi media intermediasi politik antara dirinya dan masyarakat Indonesia, karena mesin politik lain yang semestinya membantunya melakukan itu tenyata belum bekerja secara optimal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.