Dan ketika sikap Projo semakin cenderung memperlihatkan preferensi politik ke Prabowo, Jokowi tak berbeda.
Jokowi semakin mesra dengan Prabowo seiring dengan foto-foto kebersamaan keduanya yang bertebaran secara masif di seluruh daerah di Indonesia.
Tidak ada bantahan atau pun pembenaran dari Jokowi. Yang ada adalah pembiaran, yang secara politik justru "menyakiti" Ganjar Pranowo dan PDIP.
Kerenggangan kaitan antara Jokowi sebagai "King Maker" seorang Ganjar sebagaimana selama ini sudah terlanjur diasumsikan publik dengan Ganjar cukup memengaruhi performa politik Ganjar dalam beberapa bulan terakhir.
Tidak bisa dipungkiri bahwa keberhasilan Prabowo dalam membangun "kesan" bahwa dirinya adalah penerus Jokowi cukup efektif dalam mendongkrak raihan elektabilitasnya di survei-survei politik yang ada.
Foto-foto kebersamaan Prabowo dengan Jokowi, meskipun tidak dijustifikasi secara verbal oleh Jokowi, justru kurang produktif untuk gerak-gerik politik Ganjar Pranowo.
Sebagaimana saya tulis pada artikel opini sebelumnya, ambiguitas politik Jokowi justru akan menjadi bumerang bagi PDIP dan Ganjar Pranowo dan menjadi bonus politik luar biasa bagi Prabowo.
Artinya, sekalipun Jokowi tidak memberikan dukungan verbal kepada Prabowo, tapi di sisi lain Jokowi juga tidak menyatakan dukungan terbuka kepada Ganjar Pranowo, maka suara pemilih Jokowi akan mengambang.
Dengan kondisi itu, otomatis Prabowo akan sangat terbantu, karena dengan strategi yang diterapkannya hari ini, yakni strategi "menempel Jokowi sedekat dan seintensif mungkin", Prabowo memiliki kesempatan untuk mengambil ceruk suara non PDIP yang mendukung Jokowi.
Asumsinya, dengan hanya mengantongi suara pendukung Jokowi non PDIP sekitar 25-30 persen saja, Prabowo sudah bisa mengalahkan Ganjar Pranowo di ajang Pilpres 2024.
Sementara itu, jika Jokowi tidak menyatakan dukungan secara tegas kepada Ganjar Pranowo sekaligus tidak melakukan kerja politik untuk memenangkannya, maka suara Ganjar Pranowo sangat berpeluang menciut sebatas hanya sebesar suara partai-partai yang mendukungnya, karena mayoritas pendukung Jokowi adalah pemilih non PDIP.
Jadi jika Jokowi tidak menguncinya untuk Ganjar Pranowo, maka suara ini akan berpeluang ditarik oleh Prabowo.
Masalah ketiga adalah bahwa mesin politik utama Ganjar Pranowo belum bekerja secara maksimal atau boleh pula dikatakan belum terkonsolidasi secara optimal.
PDIP, sekalipun selalu didapuk oleh lembaga survei sebagai partai politik peringkat satu, nyatanya belum memberikan jaminan penuh kepada seorang Ganjar bahwa semua elemen di dalam partai akan mendukung dan berjuang sekuat tenaga untuk capres resminya, yaitu Ganjar Pranowo.
Beberapa tokoh dari PDIP mulai memperlihatkan sikap politik ambigu kepada Ganjar Pranowo, dengan pernyataan-pernyataan yang justru memberikan sinyal positif kepada Prabowo.