Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Fayasy  Failaq
Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan UGM

Pemerhati Konstitusi

Demokratisasi Melalui Pengujian Masa Jabatan Ketum Parpol

Kompas.com - 13/07/2023, 20:47 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ELIADI Hulu dan Saiful Salim, warga Nias dan Yogyakarta, menggugat masa jabatan ketua umum (ketum) partai politik (parpol) yang diatur dalam Pasal 23 ayat 1 UU Parpol ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka memohon agar MK menafsirkan ketentuan masa jabatan ketum parpol menjadi lima tahun dengan maksimal sebanyak dua periode.

Pada permohonan lain, Muhammad Helmi Fahrizi, Ramose Petege, dan Leonardus O Magai mengajukan permohonan serupa.

Kedua gugatan itu berangkat dari status quo pengaturan masa jabatan ketua umum parpol yang tidak dibatasi undang-undang (UU). Batas masa jabatan mereka diserahkan agar diatur dalam anggaran dasar (AD)/anggaran rumah tangga (ART) masing-masing parpol.

Baca juga: MK Tolak Gugatan Jabatan Ketum Parpol, Mantan Ketua DPD RI: Keputusan Tepat

Saat ini, dengan pengaturan yang demikian, hanya masa jabatan ketum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) saja yang jelas dibatasi secara periodik (maksimal dua periode). Partai yang lainnya tidak menerapkan konsep yang demikian yang berdampak kepada dinasti politik dan tidak demokratisnya kehidupan berparpol.

Persoalan lain adalah politisi dari partai-partai yang sudah ada justru gaduh dengan adanya gugatan itu . Penulis menampilkan tiga yang menolak, yaitu Habiburokhman (Gerindra) yang menyatakan gugatan tersebut aneh. Ia malah menyarankan penggugat agar membuat partai sendiri.

Selain itu ada Masinton Pasaribu (dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan/PDI-P) yang menyatakan penolakannya serta menganggap (apabila dikabulkan) ke depannya apa-apa akan diatur oleh negara. Orang ketiga yaitu Herman Khaeron (Demokrat) yang menyatakan pembatasan tidak relevan dengan kondisi internal partai.

Pentingnya Demokratisasi Parpol

Jamaludin Ghafur (2023) dalam penelitiannya menyatakan, terdapat problem suksesi kepemimpinan parpol pada ranah implementasi. Mayoritas parpol di Indonesia tidak melaksanakan pergantian ketua/pimpinannya secara demokratis.

Sebabnya adalah lemahnya sejumlah hal, di antaranya inklusivitas pencalonan, partisipasi pemilih, derajat kompetisi, mekanisme pemilihan, dan pembatasan masa jabatan. Hal itu menjadi semakin prihatin ketika upaya demokratisasi parpol yang berlandaskan potensi kerugian hak konstitusional justru ditolak para politisi.

Baca juga: MK Tak Terima Gugatan soal Masa Jabatan Ketum Parpol, Sebut Pemohon Tak Serius

Sepatutnya, sebagai unsur pokok demokrasi dengan kedaulatan rakyat sebagai konsepsi fundamental, politisi mesti mendukung kepentingan luas masyarakat tersebut daripada mengedepankan urusan orang dalam (pimpinan) partai yang coba diganggu masa jabatannya.

Ibaratnya, pengujian di MK adalah jalan pintas menuju demokratisasi parpol. Dampaknya, para orang dalam partai yang bukan pimpinan dapat semakin berpeluang untuk memimpin serta membawa perubahan.

Partai-partai serta politisi sepantasnya memandang ini sebagai kesempatan emas bagi mereka daripada menanti revisi undang-undang parpol yang sulit ditempuh akibat hegemoni kepentingan fraksi partai. Sepatutnya, perlu mencontoh sikap berani dua partai politik nasional yang terang-terangan mendukung adanya upaya pembatasan masa jabatan tersebut.

Masih soal demokratisasi parpol, demokrasi internal partai politik merupakan prasyarat yang harus dilakukan untuk mewujudkan demokrasi negara (Alan Ware, 1979). Itulah alasanya dalam hal mencegah matinya demokrasi, Steven Levitsky dan Daniel Ziblat (2018) menaruh harapan yang besar kepada partai politik.

Tentu kita harus bercermin pada kondisi ini. Barangkali indeks demokrasi di Indonesia yang selalu rendah disebabkan oleh kondisi kepartaian yang tidak demokratis, serta budaya para politisinya yang feodal. Hal ini semakin terbukti melalui penolakan atas adanya gugatan ini.

Lebih parah lagi, demokrasi juga bisa mati disebabkan karena parpol yang tidak menjunjung tinggi kepentingan demokrasi, sesederhana menolak pembatasan masa jabatan ketua umumnya dengan berbagai alasan.

Parpol sebagai Organ Konstitusi

Alasan beberapa politisi menolak gugatan tersebut adalah ranah partai politik yang merupakan organisasi yang tidak boleh diintervensi secara berlebihan oleh negara.

Penulis tidak sependapat dengan argumen itu. Partai politik adalah organ konstitusi dengan kewenangan yang besar, justru menjadi berbahaya apabila tidak diatur (dibatasi) secara proporsional.

Lord Acton mengatakan, “Power tends to corrupt, absolute power corrupt absolutely.” Kekuasaan cenderung diselewengkan, kekuasaan yang mutlak (kewenangan besar dalam konteks ini) sudah pasti diselewengkan.

Kalkulasi sederhana yang menggambarkan seberapa “besar” dan “penting”-nya parpol adalah dengan keberadaannya pada batang tubuh UUD 1945. Frasa “partai politik” disebutkan sebanyak enam kali. Masing-masing secara terpisah pada empat pasal yang berkaitan dengan tiga cabang kekuasaan.

Berkaitan dengan Presiden (eksekutif), parpol merupakan organ yang mencalonkan, berkaitan dengan DPR/DPRD (legislatif) parpol merupakan peserta pemilu legislatif, berkaitan dengan MK (yudikatif), urusan pembubaran parpol merupakan salah satu kewenangannya.

Lebih lanjut, penyebutan frasa “partai politik” justru lebih banyak dari dua lembaga tinggi negara. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hanya disebutkan sebanyak empat kali. Lebih sedikit, Komisi Yudisial (KY) hanya disebutkan sebanyak dua kali.

Kalkulasi tersebut menggambarkan bagaimana framers of constitution lebih menaruh pandangannya kepada partai politik daripada beberapa organ lain yang jelas merupakan lembaga tinggi negara.

Muhammad Novrizal (2021) secara tegas menyebut, parpol adalah lembaga negara. Argumentasinya,  pertama merujuk ke pendapat Hans Kelsen bahwa siapa saja yang menjalankan suatu fungsi yang ditentukan oleh suatu tata hukum adalah suatu organ (lembaga negara).

Kedua, pembentukan parpol merupakan amanat UU dan konstitusi sebagai subyek yang ditetapkan menjadi peserta pemilu. Ketiga, pendapat Hans Kelsen bahwa jabatan yang ditentukan oleh hukum disebut organ negara ketika fungsi-fungsinya bersifat menciptakan norma atau bersifat menjalankan norma. Parpol melakukan keduanya.

Terlepas dari perdebatan akademik parpol merupakan lembaga negara (institusi publik) atau sekedar institusi privat, penulis menyepakati parpol sebagai organ konstitusi. Dampaknya, parpol (termasuk strukturnya) wajib diatur sebagaimana organ konstitusi lain dengan ide dasar konstitusionalisme (pembatasan kekuasaan) terhadapnya.

Saat ini, tidak ada satupun organ konstitusi yang pimpinannya dibiarkan untuk dapat dipilih dengan potensi pemilihan yang tidak demokratis.Tidak ada juga organ konstitusi yang prosedur pemilihan ketua umumnya diserahkan secara bebas dalam peraturan internalnya.

Terlepas pula dari dualisme perdebatan akademik sebagai institusi publik maupun privat, partai politik mengemban dua kepentingan tersebut. Kepentingan publik adalah untuk melakukan demokratisasi yang lebih luas. Sementara kepentingan privat (internal) adalah demokratisasi internal yang merupakan hal paling pokok untuk menuju tercapainya demokratisasi publik yang luas.

Pembatasan masa jabatan parpol melalui undang-undang, yang kini sedang digugat di MK, adalah hal yang harus diperjuangkan oleh politisi daripada ditolak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

Nasional
PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

Nasional
Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

Nasional
Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com