Itu artinya, KPU harus dapat menjalani tahapan pemilu berbarengan dengan menghadapi kasus-kasus hukum yang mungkin timbul dan juga tak boleh dilewati.
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, menyebut sedikitnya 7.000 pegawai non-ASN berpotensi purna tugas karena kebijakan ini.
Baca juga: Jelang Pemilu 2024, KPU Ditinggal 7.000 Lebih Pegawai karena Penghapusan Tenaga Honorer
Penghapusan ribuan pegawai honorer ini membuat jumlah pegawai Bawaslu diperkirakan menciut hingga tersisa 8-10 orang saja di tingkat daerah.
Padahal, menurut Bagja, masa kampanye yang kelewat singkat memicu para peserta pemilu memilih jalan pintas untuk mendulang suara dengan membeli suara, karena tak punya cukup waktu untuk meyakinkan pemilih.
KPU maupun Bawaslu berharap, ribuan tenaga honorer ini dapat diperpanjang masa tugasnya atau diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Baca juga: Kehilangan 7.000 Tenaga Honorer Jelang Pengawasan Kampanye, Bawaslu Surati Menpan-RB
KPU mengaku masih berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan terkait, sedangkan Bawaslu disebut sudah menyurati Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Azwar Anas namun belum ditanggapi.
Penghapusan ribuan honorer ini merupakan imbas dari berlakunya UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yang menyatakan bahwa ASN hanya terdiri dari PNS dan PPPK.
Dalam PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), diatur bahwa tenaga honorer dapat diangkat menjadi PPPK dalam kurun 5 tahun sejak aturan itu diundangkan pada 28 November 2018.
Itu artinya, jika tenaga honorer tidak diangkat/lolos pengangkatan hingga 28 November pada 2023, maka yang bersangkutan otomatis dihapus dari lembaga tempatnya mengabdi sebelumnya.
KPU dan Bawaslu, meski didesak oleh kebutuhan segenting apa pun sebagai lembaga penyelenggara pemilu, tidak bisa berinisiatif memperpanjang masa kerja ribuan tenaga honorer ini. Mereka tidak punya landasan hukum.
Azwar Anas mengonfirmasi bahwa situasi pelik ini bukan hanya terjadi di KPU dan Bawaslu.
Baca juga: Bahagianya Suami Istri di Tasikmalaya Dilantik Jadi PPPK Guru Setelah 9 Tahun Jadi Honorer
Kepada wartawan, politikus PDI-P itu mengeklaim pemerintah masih terus mencari jalan keluar karena situasi ini bukan hanya terjadi di lembaga-lembaga penyelenggara pemilu, melainkan juga seluruh lembaga negara.
"Jadi kita sedang exercise ya, termasuk di dalamnya Bawaslu. Mudah-mudahan nanti sebelum November sudah tuntas. Nanti akan ada kebijakan, termasuk afirmasi kebijakan tidak boleh ada PHK massal. Kita mencarikan solusi jalan tengah (dengan) tidak ada pembengkakan anggaran," imbuh Anas, Senin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.