JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diminta mengambil langkah konkret terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU), alih-alih sibuk berkoar-koar di media massa.
Bawaslu selama ini mengeluhkan ketidaktransparanan KPU dalam menyuguhkan data saat tahapan Pemilu 2024, seperti pada saat penyusunan daftar pemilih serta pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg).
Namun pada saat yang sama, Bawaslu tak kunjung menempuh jalur hukum terhadap KPU, yang kerap berlindung dengan dalih "informasi yang dikecualikan" sebagaimana diatur Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.
Baca juga: KPU Dikritik soal Data Pribadi, Dinilai Pelit Buka Ijazah Bacaleg ke Bawaslu
"Kalau memang merasa punya problem kan seharusnya mereka tinggal panggil KPU. Jadikan tindakan KPU sebagai tindakan pelanggaran pemilu," ujar Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil kepada wartawan, Selasa (13/6/2023).
Keluhan Bawaslu pertama saat pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024, yang menggunakan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Ketika itu, Bawaslu mengeluhkan akses terbatas Sipol yang diberikan KPU.
Adapun akses yang tak dapat dibuka Bawaslu meliputi unggahan berkas partai politik, dokumen keanggotaan partai politik berupa KTP dan kartu tanda anggota (KTA), submenu verifikasi administrasi, dan "generate data" dalam proses unggahan data partai politik.
Di samping itu, Bawaslu juga merasa tidak puas atas akses "hanya baca" yang diberikan KPU RI terhadap Bawaslu dalam Sipol.
Baca juga: Perludem Minta Bawaslu Tindak KPU karena Tak Transparan soal Data, Bukan Koar-koar ke Publik
Kala itu, Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI Idham Holik membantah akses terbatas terhadap Sipol ini. Mereka mengeklaim, Sipol dapat diakses 24 jam untuk seluruh menu.
Saat muncul dugaan manipulasi dalam proses verifikasi, desakan masyarakat sipil agar data Sipol dibuka pun bermunculan.
Persoalan berulang saat proses pemutakhiran daftar pemilih (muntarlih) yang menggunakan Sidalih.
Sejak awal muntarlih, pengawas dari Bawaslu tidak mendapatkan salinan Data Penduduk Potensial Pemilih (DP4) yang sudah diproses KPU dari data mentah pemerintah untuk dicocokkan dan diteliti (coklit) dari rumah ke rumah.
Baca juga: KPU Bantah Tak Beri Data Detail Pemilih ke Bawaslu
Ini menyebabkan pengawas dari Bawaslu tak bisa mendeteksi data-data ganjil terkait pemilih yang proses coklitnya harus diawasi, semisal pemilih yang sudah meninggal, berstatus anggota TNI/Polri, atau sudah pindah domisili.
Ketika itu, KPU mengakui bahwa pihaknya menerapkan zero data sharing policy karena DP4 masih bisa berubah. Di samping itu, KPU berdalih bahwa data itu mengandung informasi pribadi pemilih.
KPU mengeklaim, data pemilih baru bisa dibagikan ke Bawaslu pada tahapan Daftar Pemilih Sementara (DPS). Namun, Bagja membantah.
Koordinator Divisi Data dan Informasi KPU RI Betty Epsilon balas membantah Bagja, menyebut bahwa salinan DPS dan akses Sidalih sudah diberi sesuai permintaan Bawaslu.