Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PDI-P Tak Mau RUU Perampasan Aset Diselewengkan Penguasa, Singgung Kasus Antasari dan Anas

Kompas.com - 17/04/2023, 17:32 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) meminta proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset dilakukan secara teliti supaya tidak terdapat celah buat digunakan kepentingan politik penguasa.

Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengungkit soal Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai justru membuat lembaga itu seolah memiliki kekuasaan yang teramat besar.

Kondisi itu, kata Hasto, justru bisa dimanfaatkan oleh penguasa demi kepentingan politik pribadi.

Hasto bahkan menyinggung kasus yang menjerat mantan Ketua KPK Antasari Azhar yang terlibat pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.

Baca juga: Soal RUU Perampasan Aset, Sekjen PDI-P: Korupsi Tak Selesai dengan Buat Undang-Undang

Selain itu, Hasto juga menyinggung soal mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang dipenjara karena kasus korupsi, tetapi didahului dengan skandal kebocoran surat perintah penyidikan KPK.

"Dulu kita pernah buat UU yang sangat powerfull, tapi dengan kasus kriminalisasi yang dilakukan oleh Antasari di masa lalu kemudian bocornya surat perintah penyidikan Anas Urbaningrum, bagaimana kekuasaan itu ikut mempengaruhi gerak oknum yang menggunakan hukum. Tentu itu tidak boleh terjadi," kata Hasto saat ditemui di Sekolah Partai PDI-P, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Sabtu (15/4/2023) lalu.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberhentikan Antasari dari jabatannya sebagai Ketua KPK karena kasus itu.

Antasari yang merupakan mantan jaksa divonis 18 tahun penjara dalam kasus itu pada 11 Februari 2010. Dia terbukti turut membujuk pengusaha Sigid Haryo Wibisono untuk membunuh Nasrudin.

Baca juga: Mahfud Pastikan Pemerintah Komunikasi dengan Pimpinan Parpol soal Pembahasan RUU Perampasan Aset

Presiden Jokowi kemudian memberikan grasi kepada Antasari pada Januari 2017 sehingga hukumannya berkurang menjadi 12 tahun penjara.

Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar di Gedung Sekretariat Negara, Selasa (2/7/2019).KOMPAS.com/CHRISTOFORUS RISTIANTO Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar di Gedung Sekretariat Negara, Selasa (2/7/2019).
Sedangkan Anas Urbaningrum bebas dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Sukamiskin, Bandung, setelah menjalani masa hukuman 8 tahun penjara dalam kasus korupsi proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada 2010-2012.

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum berbicara kepada wartawan di kediaman ibunya di Dusun Sendung, Desa Ngaglik, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar, Rabu (12/4/2023)KOMPAS.COM/ASIP HASANI Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum berbicara kepada wartawan di kediaman ibunya di Dusun Sendung, Desa Ngaglik, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar, Rabu (12/4/2023)
Kasus yang menjerat Anas diduga sarat dengan muatan politis terkait persaingan pengaruh di internal Partai Demokrat antara dia dan SBY.

Sebab sebelumnya terpidana kasus suap Wisma Atlet yang juga mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, membeberkan keterlibatan Anas dalam kasus Hambalang.

Kasus Hambalang turut menyeret mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng serta adiknya, Andi Zulkarnaen Mallarangeng atau Choel.

Baca juga: Mahfud Ungkap Indonesia Ajukan Diri Jadi Anggota FATF, UU Perampasan Aset Jadi Salah Satu Kunci

Hal itu yang diduga membuat SBY mengambil alih kendali Partai Demokrat dari Anas akibat pusaran kasus korupsi yang membelit sejumlah kadernya.

Hasto mengatakan, upaya pencegahan korupsi juga tidak serta merta bisa selesai hanya dengan membuat dan mengesahkan undang-undang.

Halaman:


Terkini Lainnya

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com