JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa Indonesia sedang mengajukan diri menjadi anggota Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF).
Sidang pleno atau keputusan Indonesia diterima sebagai anggota FATF akan digelar pada Juni 2023.
“Mudah-mudahan bulan Juni tidak mundur lagi, kita sudah masuk (anggota FATF),” ujar Mahfud saat konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (14/4/2023).
Mahfud mengungkapkan, disahkannya Rancangangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi Undang-Undang (UU) menjadi salah satu kunci agar Indonesia bisa menjadi anggota FATF.
Baca juga: Mahfud: 6 Kementerian/Lembaga Sudah Teken Draf Naskah RUU Perampasan Aset
“Karena kita satu-satunya negara dari G20 yang belum masuk FATF. Insya Allah, nanti bulan Juni ini sudah bisa masuk,” kata Mahfud.
“Dan ini salah satu kuncinya adalah UU Perampasan Aset,” ujarnya lagi.
Adapun draf RUU Perampasan Aset telah ditandatangani enam lembaga atau kementerian terkait.
Dalam waktu dekat, draf akan dikirimkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar dibuatkan surat presiden (surpres).
Surpres itu nantinya akan dikirim ke DPR RI agar RUU Perampasan Aset segera dibahas.
Baca juga: Soal RUU Perampasan Aset, Anggota DPR: Bolanya Masih di Pemerintah
Dikutip dari Kontan.co.id, Indonesia masih belum memenuhi kriteria minimum untuk menjadi anggota FATF.
FATF merupakan organisasi inter-governmental yang dibentuk pada 1989 oleh G-7 dengan tujuan mengembangkan sistem dan infrastruktur untuk mencegah dan memberantas kegiatan pencucian uang.
Kemudian, dikembangkan untuk memberantas kegiatan pendanaan terorisme dan pendanaan proliferasi atau pengembangan senjata pemusnah massal.
Deputi Bidang Strategi dan Kerja Sama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Tuti Wahyuningsih mengatakan, Indonesia hanya mendapatkan empat rating substantial dari 11 immediate outcomes (IOs).
Baca juga: Jokowi: RUU Perampasan Aset Terus Kita Dorong agar Segera Diselesaikan DPR
Saat ini, Indonesia bersama dengan Contact Group FATF yang terdiri dari delapan negara yaitu Arab Saudi, Australia, Amerika Serikat, Perancis, India, China, Jepang, dan Selandia Baru telah menyusun Priority of Actions (PoA) yang harus dipenuhi oleh dalam periode jangka pendek.
“Rencana aksi tersebut mencakup peningkatan efektivitas pada aspek pengawasan pihak pelapor, serta aspek penyitaan dan perampasan aset hasil tindak pidana,” ujar Tuti.
Tuti mengatakan, PPATK bersama dengan seluruh kementerian/lembaga terkait sedang mengumpulkan dan memenuhi data dukung untuk pemenuhan rencana aksi yang ditetapkan. Pencapaian data dukung tersebut akan dilaporkan kepada Contact Group FATF pada tanggal 19 Mei 2023.
Baca juga: Ketika Jokowi Gregetan RUU Perampasan Aset Tak Juga Selesai dan Partai Tak Acuh....
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.