JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan usulan perubahan substansi ketika putusan dibacakan adalah hal wajar di Mahkamah Konstitusi (MK) karena tidak ada prosedur baku.
Pernyataan itu disampaikan MKMK dalam putusan sanksi terhadap Hakim Konstitusi Guntur Hamzah, karena mengubah substansi Putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022. MKMK menjatuhkan teguran tertulis terhadap Guntur dalam perkara itu.
Menurut Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna, perubahan substansi putusan merupakan hal wajar asalkan hal itu dapat diterima dan disetujui 8 hakim konstitusi lain.
Baca juga: MKMK: Tiada Persekongkolan pada Pelanggaran Etik Guntur Hamzah
Akan tetapi, dalam kasus itu MKMK tak menemukan adanya upaya dari Guntur meminta persetujuan kepada delapan hakim konstitusi lain atau setidak-tidaknya hakim drafter dalam perkara tersebut.
"Majelis Kehormatan berpendapat bahwa persetujuan demikian tidak pernah terjadi bahkan tidak pernah dimintakan selain kepada hakim Arief Hidayat," kata Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna dalam sidang pembacaan putusan etik, Senin (20/3/2023).
MKMK juga menyoroti bahwa kasus pelanggaran etik ini terjadi pada hari pertama Guntur bertugas sebagai hakim konstitusi, yaitu 23 November 2022, menyusul pencopotan sepihak eks hakim konstitusi Aswanto secara inkonstitusional. Guntur, yang sebelumnya merupakan Sekretaris Jenderal MK, baru dilantik pagi itu.
Akan tetapi, MKMK tidak mengantongi bukti cukup kuat untuk mengonfirmasi dugaan motif Guntur mengubah substansi putusan demi mengafirmasi keabsahan pengangkatan dirinya sebagai hakim konstitusi.
MKMK menilai ada beberapa hal yang memberatkan sehingga Guntur dianggap layak disanksi.
Pertama, tindakan Guntur terjadi saat publik belum reda menyoal isu keabsahan pemberhentian Aswanto, dan memunculkan spekulasi upaya untuk menyelamatkan diri walau hal itu tidak didukung bukti kuat.
Kedua, Guntur seharusnya bisa mencegah tindakannya itu karena ia belum jadi hakim saat perkara diputus oleh RPH pada 17 November 2022.
Ketiga, Guntur sebagai hakim anyar yang ikut bersidang seharusnya bertanya soal tahapan perubahan putusan.
Baca juga: Hakim Konstitusi Guntur Hamzah Terbukti Langgar Etik Ubah Putusan
Di sisi lain, MKMK menilai ada beberapa hal meringankan bagi Guntur.
Pertama, Guntur dianggap berani bersikap transparan kepada MKMK dan mengakui perbuatannya mencoret serta mengubah frasa dalam putusan itu.
Kedua, MKMK menyoroti bahwa praktik sebagaimana terjadi dalam kasus Guntur sebetulnya merupakan hal lazim sepanjang beroleh persetujuan para hakim lain dan tidak dilakukan diam-diam.