Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan TPPU dan Korupsi Rafael Alun Disebut Bisa Dilacak Lewat LHKPN

Kompas.com - 01/03/2023, 14:15 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dugaan kekayaan tidak wajar dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) mantan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rafael Alun Trisambodo disebut bisa menjadi pintu masuk buat menelusuri dugaan tindak pidana asalnya jika memang terjadi.

Menurut pakar tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Garnasih, justru berbekal dugaan transaksi tidak wajar dan LHKPN Rafael itu nantinya penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa mendalami dugaan pencucian uang atau perbuatan korupsi jika memang terbukti.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan mereka sudah mendeteksi kejanggalan transaksi yang dilakukan Rafael sejak 2012.

Yenti mengatakan, selama ini penyelidikan KPK terkait pencucian uang selalu berawal dari kasus dugaan korupsi. Setelah korupsi itu terkuak, maka penyidik kemudian menelusuri aliran dana dari pelaku buat mengungkap alur dugaan pencucian uang dari hasil kejahatan.

Baca juga: KPK: Restoran Bilik Kayu Heritage di Yogyakarta Milik Rafael

"Tapi kalau yang sekarang ini kan munculnya di LHKPN, munculnya dari dugaan TPPU dulu kan, dari situ nanti diklarifikasi hartanya dapat dari mana saja, sumbernya dari mana, baru nanti bisa terungkap apakah memang terjadi dugaan korupsinya," kata Yenti saat dihubungi Kompas.com, Rabu (1/3/2023).

"Jadi perkara dugaan korupsinya bisa diketahui kemudian setelah dilakukan verifikasi terhadap harta kekayaannya. Apakah korupsinya itu bentuknya gratifikasi, suap, itu nanti bisa terungkap setelah verifikasi sumber hartanya dibandingkan dengan profil golongan jabatan dan pendapatannya dari 2012," ujar Yenti.

Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih ketika ditemui di Warung Komando, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (19/1/2020).KOMPAS.com/Devina Halim Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Yenti Garnasih ketika ditemui di Warung Komando, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (19/1/2020).
Namun demikian, menurut Yenti jika nantinya Rafael bisa membuktikan sumber perolehan harta kekayaannya secara sah, maka hal itu tidak akan menjadi masalah di kemudian hari. Akan tetapi, menurut dia dugaan kekayaan tidak wajar pejabat negara memang patut ditelusuri.

Baca juga: Soal Transaksi Rafael, ICW: Penegak Hukum Harus Cepat, Uangnya Bisa Dilarikan ke Luar Negeri

"Cuma kan memang mekanismenya seperti itu. LHKPN itu kan pendekatannya TPPU, untuk mendeteksi dan pencegahan terhadap modus-modus TPPU. Ada transaksi mencurigakan, kekayaan tidak wajar. Kalau ada kejanggalan harus ditelusuri supaya jelas apakah mendapatkan hartanya itu secara sah atau melawan hukum," ucap Yenti.

"Itu spektakulernya TPPU. Kita berangkat dari transaksi mencurigakan di hilir, maka akan didapatkan dugaan korupsinya di hulu," sambung Yenti.

Rafael menjalani klarifikasi oleh Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan (PP) Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (1/3/2023).

Baca juga: Abraham Samad Sebut Pengusutan Indikasi Korupsi Rafael Tergantung Good Will KPK

Penyebabnya adalah Rafael menyatakan mempunyai harta sebesar Rp 56,1 miliar di dalam LHKPN yang dianggap tidak wajar dan tak sesuai profil jabatannya.

Perwakilan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang membawahi DJP sebelumnya telah mendatangi KPK membahas klarifikasi harta kekayaan Rafael.

Kekayaan Rafael disorot setelah salah satu anaknya, Mario Dandy Satrio (20), menjadi tersangka penganiayaan terhadap D (17).

Gaya hidup Mario kemudian menjadi sorotan karena dia kerap memamerkan sejumlah kendaraan mewah seperti mobil dan sepeda motor besar.

Baca juga: Abraham Samad: Usut Indikasi TPPU Rafael, KPK Harus Temukan Pidana Pokoknya

Selang beberapa waktu kemudian, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa Rafael terendus melakukan transaksi "yang agak aneh".

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menduga Rafael menggunakan nominee atau orang lain untuk membuka rekening dan melakukan transaksi.

PPATK pun telah mengirimkan hasil analisis transaksi mencurigakan Rafael ke KPK sejak 2012.

“Signifikan tidak sesuai profile yang bersangkutan dan menggunakan pihak-pihak yang patut diduga sebagai nominee atau perantaranya,” kata Ivan.

Baca juga: Ayah Mario Diperiksa KPK, Begini Rincian Pergerakan Harta Rafael sejak 2011: Naik Signifikan Tiap Tahunnya

Akibat kasus penganiayaan yang dilakukan sang anak dan dugaan kekayaan tidak wajar itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mencopot Rafael dari jabatannya di DJP.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyatakan Rafael sudah sudah terindikasi melakukan pencucian uang dan mendapatkan hartanya secara tidak sah sejak sepuluh tahun silam.

"Saya punya suratnya dari Kejaksaan Agung pada 2012 dan dari PPATK sebenarnya 2013, berdasarkan surat yang dibuat tahun 2012 dari Kejagung. Kemudian 2013 sudah berkirim surat ke KPK tentang adanya beberapa hal yang diduga pencucian uang dan proses didapat yang tidak sah dari saudara Rafael Alun," kata Mahfud usai menjenguk D di rumah sakit Mayapada, Selasa (28/2/2023).

Mahfud menambahkan, upaya penelusuran ulang tersebut bukan karena dirinya dan negara membenci ayah Mario, namun semata-mata upaya penegakan hukum.

Baca juga: Rumah Mewah Rafael Alun di Yogya dan Manado, Tagihan PBB Rp 300.000, Mobilnya Gonta-ganti

"Ini bukan karena kita benci, bukan karena dendam, tetap kita mau menegakkan hukum dan mendidik masyarakat di negeri ini agar tidak menjadi hedonis, berfoya-foya dan tidak memanfaatkan kesempatan, tetapi kami tegaskan ini masih dugaan," ungkap Mahfud MD.

(Penulis : Dzaky Nurcahyo | Editor : Ihsanuddin)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com