Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramlan Surbakti: KPU Langgar Etika dan Tak Hormati Hukum karena Enggan Tata Ulang Dapil

Kompas.com - 07/02/2023, 22:58 WIB
Vitorio Mantalean,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Ramlan Surbakti menilai, KPU telah melanggar etika sekaligus tidak menaruh hormat terhadap hukum karena enggan menata ulang daerah pemilihan (dapil) DPR RI dan DPRD provinsi.

Ramlan yang sebelumnya dilibatkan KPU RI sebagai tim pakar untuk mengkaji penyusunan dan penataan ulang dapil selepas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 80/PUU-XX/2022 itu menganggap tak perlu tafsir-tafsir tertentu untuk melihat pembangkangan tersebut. 

"Ini (keengganan menata ulang dapil) harus diadukan ke DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu), karena tidak menghormati hukum, tidak melaksanakan hukum, terang-terangan tidak perlu pakai interpretasi," ujar guru besar ilmu politik Universitas Airlangga itu dalam diskusi virtual yang dihelat Indonesia Corruption Watch (ICW) pada Selasa (7/2/2023) bertajuk "Jelang Sidang Kecurangan Pemilu: DKPP Harus Tindak Penyelenggara Bermasalah".

"Saya melihat ada pasal dalam UU Pemilu yang tidak dilaksanakan ketika KPU menetapkan alokasi kursi dan dapil DPR serta DPRD provinsi," kata dia.

Baca juga: KPU Dinilai Tebang Pilih Pertimbangan Hukum MK untuk Cari Pembenaran Copas Dapil

Beberapa pasal itu di antaranya Pasal 185 UU Pemilu soal pentingnya kesetaraan nilai suara dalam penyusunan dapil dan Pasal 187 Ayat (4) soal penentuan dapil yang seharusnya mengacu pada perkembangan terkini.

"Ini suatu pelanggaran kode etik. Tidak respek kepada hukum. Pertama, tidak melaksanakan putusan MK. Kedua, tidak melaksanakan ketentuan pasal UU Pemilu," ujar dia.

Ramlan menuding KPU RI ditekan oleh partai politik dan lebih takut terhadap kekuatan politik ketimbang dasar hukum.

"Kalau KPU sudah begini, dugaan saya terbukti benar, maka saya kira indeks demokrasi pemilu akan anjlok turun itu," ujar dia.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi lewat putusan nomor 80/PUU-XX/2022 sudah menyinggung aneka masalah dari dapil DPR RI dan DPRD provinsi yang disusun DPR dalam Lampiran III dan IV UU Pemilu.

MK kemudian menyerahkan wewenang kepada KPU untuk menata ulang dapil itu melalui peraturan KPU (PKPU), tak lagi lewat DPR supaya penataan dapil lebih independen dan bebas konflik kepentingan dari partai-partai politik penghuni Senayan yang merupakan peserta pemilu.

Baca juga: Perludem Sebut Dapil Tak Ditata Ulang Berpotensi Lahirkan Sengketa Peserta Pemilu 2024

Sadar tak lagi punya kewenangan, partai-partai politik kompak satu suara menentang rencana KPU RI untuk menyusun dan menara ulang komposisi serta alokasi kursi dapil DPR RI dan DPRD provinsi, sekalipun itu merupakan amanat MK.

Pada akhirnya, pada 11 Januari 2023, melalui forum Rapat Kerja, intervensi itu berbuah kesepakatan rapat antara Komisi II DPR RI dan KPU RI.

Isinya, lembaga penyelenggara pemilu itu setuju tak mengganggu gugat ketentuan dapil di Lampiran III dan IV UU Pemilu sekalipun KPU kini berwenang melakukannya berbekal putusan MK.

Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI, Idham Holik, berdalih bahwa tidak ditata ulangnya dapil DPRD provinsi dan DPR RI untuk Pemilu 2024 tak terlepas dari pertimbangan hukum dalam putusan MK di atas, tepatnya pertimbangan hukum nomor 3.15.4.

Menurut dia, MK hanya memerintahkan KPU untuk mengeluarkan ketentuan dapil dan alokasi kursi dari UU Pemilu ke PKPU.

Ia juga berdalih bahwa tak berubahnya dapil ini selaras dengan salah satu prinsip penyusunan dapil dalam UU Pemilu, yaitu berkesinambungan.

"Khususnya pada kalimat yang terdapat dalam baris ke-6 sampai ke-8 yang berbunyi: 'Langkah yang mesti dilakukan adalah mengeluarkan rincian pembagian daerah pemilihan dan alokasi kursi dari lampiran UU 7/2017 dan menyerahkan penetapannya kepada KPU melalui Peraturan KPU'," ujar Idham kepada Kompas.com, kemarin.

Baca juga: KPU Pastikan Alokasi Kursi Dapil DPR Tak Berubah dari 2019

Akan tetapi, KPU dinilai tebang pilih dalam menggunakan pertimbangan hukum MK sebagai justifikasi untuk tidak menata ulang komposisi dan alokasi kursi dapil DPR RI dan DPRD provinsi karena telah diintervensi kekuatan politik.

Dalam pertimbangannya, MK mengaitkan putusannya dengan isu ketidakpastian hukum yang muncul akibat ketidaksinkronan prinsip penyusunan dapil dan susunan dapil yang dihasilkan dalam UU Pemilu. Hal ini ditekankan MK pada pertimbangan hukum nomor 3.15.3.

Ketidakpastian ini muncul bukan karena komposisi dapil di Lampiran III dan IV UU Pemilu tidak sejalan dengan prinsip-prinsip penyusunan dapil yang diatur dalam beleid yang sama, tetapi juga dikuncinya dapil itu dalam lampiran undang-undang membuatnya tidak adaptif terhadap fluktuasi jumlah penduduk wilayah daerah administratif melalui kebijakan pemekaran wilayah.

Selanjutnya, dalam pertimbangan hukum nomor 3.15.31, MK menegaskan bahwa penyusunan dapil harus dilakukan oleh KPU, merujuk Pasal 167 ayat (4) UU Pemilu, bukan oleh DPR.

Alasan dari pertimbangan itu diulas MK pada pertimbangan nomor 3.15.5, bahwa penyusunan dapil perlu ditetapkan secara independen guna mengantisipasi adanya kepentingan politis di balik penyusunan dapil dan penetapan alokasi kursi.

Baca juga: MK Tegur DPR karena Intervensi KPU soal Putusan Dapil Pemilu 2024

Sederet pertimbangan legal-formal ini dinilai juga perlu diperhatikan KPU.

Secara substansial, MK juga menyinggung bahwa dapil versi Lampiran III dan IV UU Pemilu bermasalah, seperti dapil-dapil yang tidak integral hingga kelebihan atau kekurangan alokasi kursi di parlemen.

Sehingga diperlukan evaluasi penyusunan dapil dari segi substansial, bukan hanya legal-formal dengan "meng-copy paste" ketentuan dapil dari lampiran undang-undang ke PKPU.

"Pertimbangan-pertimbangan itu menyambung ke alasan MK menyatakan dalam putusannya bahwa Lampiran III dan IV itu tidak memiliki kekuatan hukum tetap, sehingga (perintahnya) tidak serta-merta lampiran itu dipindahkan ke PKPU dan lampiran itu sudah dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat karena masalah-masalah tadi," kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, berujar kepada Kompas.com, Selasa (7/2/2023).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com